Pemerintah Kabupaten merencanakan akan tetap mempekerjakan para tenaga honorer yang berjumlah ribuan orang kendati Pemerintah Pusat mewajibkan pemberhentian bagi seluruh pegawai non ASN dan PPPK.
Komitmen untuk tak memberhentikan tenaga honorer diutarakan oleh Bupati Djafar Achmad pada Jumat, 16 Desember 2022. Komitmen tersebut sekaligus mengklarifikasi surat edaran yang dikeluarkannya kepada seluruh pimpinan OPD pada bulan November untuk memberhentikan para honorer.
Komitmen tersebut dipertanyakan sejumlah pihak sebab dinilai akan menyulitkan OPD dan tenaga honorer itu sendiri.
Pengamat politik dan pemerintahan, Bambang Juwamang menilai, pernyataan Bupati Ende tersebut dengan sendirinya memastikan bahwa Pemkab Ende akan menggunakan celah aturan yang selama ini masih kendor yakni perekrutan Tenaga Pendukung.
Menurut Wakil Ketua Korps Alumni HMI tersebut, selama ini dalam merekrut tenaga honorer, Pemkab Ende menggunakan celah aturan yang membolehkan OPD merekrut Tenaga Pendukung.
Tenaga Pendukung, terangnya, merupakan orang yang memiliki keilmuan atau keahlian dalam suatu bidang pekerjaan yang tidak dimiliki instansi sehingga instansi perlu melakukan perekrutan. Tenaga Pendukung biasanya melekat pada suatu kegiatan yang dilakukan oleh instansi dalam jangka waktu tertentu.
Mekanisme perekrutan, kata dia, instansi atau dinas mengusulkan suatu kegiatan dan besaran anggaran termasuk untuk membayar gaji Tenaga Pendukung yang akan direkrut. Jika usulan tersebut disetujui maka perekrutan Tenaga Pendukung akan dilakukan oleh instansi. Biasanya kegiatan yang dilakukan oleh dinas dilengkapi dengan payung hukum oleh Kepala Daerah.
“Nah, melalui celah Tenaga Pendukung itulah Pemkab Ende melalui OPD-OPD melakukan perekrutan pegawai. Kita memang menyebutnya tenaga honorer tapi sebenarnya adalah tenaga pendukung. Keberadaan Tenaga Pendukung melekat pada kegiatan, maksudnya selama kegiatan itu ada maka selama itu juga kontrak kerja akan terus diperpanjang,” tutur Bambang Juwamang (20/12/22).
Rekrutmen menggunakan celah ini telah berlangsung cukup lama di Kabupaten Ende, sebutnya. Dahulu, perekrutan pegawai dapat dilakukan secara langsung oleh Kepala Daerah atau yang dikenal dengan sebutan pegawai kontrak, namun sejak tahun beberapa tahun terakhir kewenangan itu dialihkan ke pimpinan OPD dalam bentuk rekrutmen Tenaga Pendukung. Karena itulah para honorer eks K2 dialihkan dari SK Bupati menjadi SK Kepala Dinas pada tahun 2020.
Selain para pegawai eks K2 terdapat pula Tenaga Pendukung yang langsung direkrut oleh pimpinan OPD.
Jumlah total pegawai yang direkrut Pemkab Ende melampaui 3.007 orang seperti yang dirilis Pemkab Ende beberapa waktu lalu, kata Bambang. Sambungnya, 3.007 orang yang terdata merupakan para pekerja yang memenuhi syarat mengikuti seleksi PPPK, bukan jumlah total. Pendataan yang dilakukan Pemkab Ende menggunakan kriteria seleksi PPPK sehingga para honorer yang tidak memenuhi kriteria secara otomatis tidak terdata.
“Jumlahnya bukan cuma 3.007 seperti yang Pemkab rilis itu. Jumlahnya lebih, karena pendataan yang dilakukan itu menggunakan kriteria seleksi PPPK yang langsung dikirim ke aplikasi Kementrian, sehingga bagi yang tidak memenuhi kriteria tidak masuk di dalam data dan jumlahnya tidak sedikit”.
“3.007 itu kan yang memenuhi syarat, misalnya telah bekerja lebih dari satu tahun, batas usia minimal 19 tahun, atau kategori pekerjaan yang di-outshorsing seperti sopir. Nah, yang tidak masuk kriteria ini banyak, misalnya di Pol PP, atau sopir, atau satpam, cleaning service,” sambungnya.
Mengenai pernyataan Bupati Ende tidak memberhentikan para honorer, tuturnya, hal itu dapat dilakukan menggunakan celah Tenaga Pendukung sebab keberadaan Tenaga Pendukung masih diperbolehkan hingga saat ini. Dengan menggunakan celah ini maka Pemkab Ende tinggal memperpanjang kontrak kerja para honorer.
“Kalau menggunakan celah Tenaga Pendukung maka Pemkab Ende tidak perlu memberhentikan sebab kontrak kerja berakhir atau diperbaharui setiap tahun. Artinya, hanya tinggal diperpanjang saja sejauh kegiatan masih dilaksanakan oleh OPD”.
Namun, kendati pun diperbolehkan oleh aturan, keberadaan Tenaga Pendukung sangat tergantung pada beberapa hal diantaranya besaran anggaran yang dimiliki OPD dan adanya usulan kegiatan. Jika hal-hal itu tidak terdapat pada suatu OPD maka niscaya perekrutan atau perpanjangan kontrak tidak dapat dilakukan.
Bambang memperkirakan beberapa OPD akan kesulitan melaksanakan hal tersebut lantaran keterbatasan anggaran yang dialami saat ini dan penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang telah terspesifikasi peruntukannya. Selain itu, hanya terdapat beberapa OPD yang memiliki kegiatan rutin dan pembiayaan.
Karena itulah pernyataan Bupati dinilai sekedar melempar bola panas ke OPD dan akan menyulitkan para honorer itu sendiri.
“Ini kalau saya amati cuma melempar bola panas kepada OPD, di sisi lain para honorer akan kesulitan sendiri nantinya. Apalagi honorer yang bekerja di OPD yang tidak memiliki kemampuan anggaran tentu akan kesulitan nantinya”. (ARA/EN)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.