Ende  

Benarkah Aksara Lota Berkaitan Dengan Perenungan Pancasila di Ende

Avatar photo
Patung Bung Karno di Taman Renungan Bung Karno, Kota Ende
Patung Bung Karno di Taman Renungan Bung Karno, Kota Ende

Sejarah Bung Karno selama pengasingannya di Ende dipenuhi oleh cerita-cerita yang mengitarinya. Warga Kabupaten Ende khususnya di wilayah Kota Ende, tempat Bung Karno dahulu tinggal, menyimpan cerita-cerita mengenai si Bung Besar selama berada di Kota Ende.

Cerita-cerita tentang Bung Karno merupakan cerita verbal yang turun temurun dan dari mulut ke mulut. Sampai saat ini masih beredar cerita-cerita yang mengaitkan situasi negara, simbol, atau peristiwa dengan keberadaan Bung Karno di Ende. Misalnya saja cerita mengenai simbol Garuda, yang menurut cerita warga, diinspirasi Bung Karno dari burung Elang Flores.

Cerita lain, ada juga cerita dalam masyarakat yang mengaitkan aksara Lota dengan proses perenungan Pancasila. Versi ini secara garis besar menceritakan hubungan antara aksara Ende, Lota, dengan perenungan Pancasila oleh Bung Karno. Aksara Lota diyakini menginspirasi Bung Karno merangkum nilai-nilai di dalam masyarakat menjadi 5 dasar Pancasila.

Untuk yang terakhir itu, kaitan aksara Lota dengan Pancasila, kebenarannya bisa diverifikasi berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan para akademisi.

Aksara Lota sendiri merupakan turunan langsung dari aksara Bugis yang tercatat sejarah masuk ke Ende sekitar abad ke 16. Menurut akademisi dan peneliti, Maria Mathildis Banda (12/5/22), aksara Lota adalah aksara Bugis yang beradaptasi dengan sistem bahasa Ende menjadi aksara Lota.

“Aksara Lota itu berkembangan dari huruf bugis, Lontarak. Itu dibawa oleh para saudagar-saudagar bugis ke Ende dan tumbuhlah di Ende,” jelas Mathildis Banda (12/5).

“Waktu itu pemerintah kerajaan Goa ada ekspansi ke Pulau Flores, bersamaan dengan masuknya orang-orang Bugis-Makasar ke Ende. Dia (aksara Lontarak) tumbuh beradaptasi dengan Ende makanya dia disebut Lota, kalau di Makasar disebut Lontarak. Kenapa kita sebut Lota karena bahasa Ende itu tidak mempunyai huruf konsonan tertutup”.

Akademisi yang membukukan penelitian berjudul, ‘Deskripsi Naskah dan Sejarah Perkembangan Aksara Ende’ ini menjelaskan, aksara Lota berkembang di beberapa wilayah diantaranya, di Kota Ende bagian pesisir, di Pulau Ende, Woloare dan di Roworeke.

Aksara Lota sendiri merupakan huruf atau aksara seperti huruf Arab, huruf Lontarak, atau huruf Latin yang kita gunakan sekarang ini. Huruf-huruf ini membentuk kata dan kalimat untuk menulis apa saja.

“Namanya juga aksara ya, seperti aksara Latin (A,B,C,..) yang kita gunakan saat ini, Aksara Lota juga ada huruf-hurufnya”.

Huruf-huruf Lota dahulu digunakan oleh orang Ende menuliskan apa saja namun seiring perkembangan zaman, huruf Lota perlahan ditinggalkan dan ditelan zaman.

Mengenai hubungan aksara Lota dengan perenungan Pancasila di Ende, menurut Mathildis, aksara Lota tidak memiliki kaitan dengan proses perenungan Pancasila oleh Bung Karno, ketika berada di Ende.  Memang, kehidupan suatu masyarakat melulu berkaitan dengan filosofi-filosofi yang menjadi nilai kehidupan sehari-hari, namun untuk membuktikannya diperlukan metode empiris, apalagi menyangkut dasar negara Pancasila.

Kata Mathildis Banda, selama dirinya melakukan penelitian tentang aksara Lota, dia belum pernah menemukan satu kalimat sekalipun mengenai Pancasila.

“Jadi tidak pernah saya temukan satu kalimat tentang Pancasila di Lota itu,” ucap Mathildis.

“Kalau soal filosofi hidup manusia ini kan biasanya seluruh dunia juga kait-mengkait, ya, tetapi segala sesuatu, menyangkut dasar negara apalagi, harus ada bukti-bukti otentiknya”. (ARA/EN)