Cerita Bung Kanis Pari Kenalkan Ema Gadi Djou ke El Tari

Avatar photo

Suatu hari pada bulan September 1965, ada kunjungan Menteri Perkebunan, Drs. Frans Seda dan Wakil Gubernur El Tari bersama rombongan di Mautenda, Ende. Di dalam rombongan itu ada juga Bung Kanis Pari.

Di Mautenda, rombongan telah ditunggu oleh para petani yang terhimpun dalam Ikatan Petani Pancasila (IPP). IPP merupakan kelompok petani yang bernaung dibawah Keuskupan Agung Ende.

Kelompok ini di koordinatori oleh Herman Josef Gadi Djou, si sarjana ekonomi yang baru baru saja menyelesaikan pendidikan di UGM. Pria yang akrab disapa Ema ini, merupakan koordinator IPP untuk wilayah Lio. Gajinya kala itu Rp 50.

Ketika IPP mendapat kunjungan dari Mentri dan Wagub El Tari, maka Ema sebagai koordinator berada di tengah-tengah para petani. Ema mendampingi para petani dan menjelaskan situasi mereka kepada dua orang besar itu.

Situasi berjalan datar-datar saja sampai Bung Kanis mengejutkan kedua orang besar itu. Di sela-sela kunjungan, Bung Kanis memperkenalkan Ema kepada Frans Seda dan El Tari, “ini seorang sarjana ekonomi pertanian jebolan UGM.” El tari kaget, ada sarjana lulusan UGM di antara para petani.

Ema Gadi Djou berjalan di belakang El Tari
(Ema Gadi Djou berjalan di belakang El Tari)

Awal mula perkenalan Ema dengan El Tari ini diceritakan kembali oleh Mia Gadi Djou, istri Ema, dalam buku, “75 Tahun Sang Visioner H. J. Gadi Djou (2012).”  Perkenalan itu dapat dikatakan merupakan awal mula dari cerita panjang karir Ema di Pemprov NTT.

Bahkan, bisa jadi itu juga awal cerita suksesi Ema menjadi Bupati Kabupaten Daerah Tingkat (Dati) II Ende. Sebab, setelah ke Kupang dan bekerja di Pemprov NTT, Ema menjadi salah satu kepercayaan El Tari dan dipersiapkan olehnya menjadi Bupati Ende.

Cerita Mia, setelah dikenalkan oleh Bung Kanis, Ema langsung diajak El Tarik ke Kupang, namun saat itu Ema menolak karena baru beberapa bulan bekerja di IPP. Lagipula, status Ema masih terikat sebab pendidikannya di UGM dibiayai oleh Keuskupan Agung Ende.

Bulan Januari 1966, Ema kembali dipanggil ke Kupang lewat RRI Kupang, namun Ema yang tak punya Radio tak mengetahui adanya Radiogram tersebut.  Syukurnya, salah satu kerabat Ema yang merupakan Kadis Peternakan menyampaikan kepada Ema bahwa ada panggilan dari Kupang untuk segera menghadap El Tari.

Atas izin Uskup Agung Gabriel Manek, Ema berangkat ke Kupang. Di Kupang, Ema diminta menjadi staf proyek ekspor-impor di Kantor Gubernur.

Bekerja di Pemprov NTT, Ema membuktikan dirinya sebagai pegawai yang cekatan dan pekerja keras. Dari tahun ke tahun karir Ema terus menanjak dan menjadi salah satu anak kepercayaan Gubernur El Tari.

Karena dedikasi yang semangat kerjanya yang tinggi, El Tari akhirnya kepincut dan mempersiapkan Ema sebagai Bupati Ende. Suatu kepercayaan yang akhirnya terwujud ketika Ema menang dalam pemilihan Bupati Dati II Ende pada 1973.

Tak dinyana, perkenalan singkat antara Ema dan El Tari yang dimotori oleh Bung Kanis pada akhirnya melahirkan seorang pemimpin muda yang energik dan visioner. “Bupati Ema,” begitu orang Ende menyapa dan mengenangnya. (ARA/EN)