Cerita Ibu-ibu Persit Ende, Temani Prajurit Hingga ke Medan yang Galak

Avatar photo
Ibu-ibu Persit (Persatuan Istri Tentara) Kodim 1602 Ende
Ibu-ibu Persit (Persatuan Istri Tentara) Kodim 1602 Ende

Ada yang menarik saat acara pembukaan TMMD di Desa Reka Kabupaten Ende (30/6/20). Tidak seperti kegiatan pemerintah dimana para pelayan adalah ASN, di acara milik TNI ini justru istri para prajurit yang melayani tamu.

Istri para prajurit Kodim 1602 Ende itu tergabung dalam organisasi Persit (Persatuan Istri Tentara). Mereka dan ibu-ibu warga Desa Reka, terlihat amat sibuk melayani tamu. Dari mempersiapkan tempat hingga mempersilahkan makan. Semua mereka kerjakan hingga selesai.

Suami-suami mereka pun seolah tidak kaget lagi dengan peristiwa itu. Sepertinya itu bukan kejadian pertama kali. Suami dan istri seolah sudah tahu tugas masing-masing ketika di lokasi.

Sekali-sekali Dandim 1602 Ende, Letko Inf Fuad Suparlin terlihat candai istri tercinta. Barangkali dia tahu sang istri sedang lelah. Begitu pun sang istri. Kekompakkan seperti ini jarang terlihat ketika acara pemerintah.

Menurut Nenny Noviyanti, istri Dandim 1602, ibu-ibu Persit telah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini. Jika suami mereka sedang ada kegiatan, seringkali mereka terlibat. Di manapun tempatnya.

Istri Dandim yang juga menyandang jabatan sebagai ketua Persit Kartika Candra Kirana Ende ini, mengatakan, istri para tentara telah disumpah, siap ikut suami ditempatkan di manapun.

Seperti dirinya, ketika menikah dengan Letkol Inf Fuad Suparlin pada 2007, dia selalu mengikuti perjalanan suaminya ke manapun ditugaskan.  Di Aceh Selatan, Bandung, Jakarta, Salatiga, Mataram, perbatasan Kefa, hingga ke Ende.

Di tempat-tempat itu, budaya yang ada di Persit adalah sama, yakni mendampingi dan membantu tugas suami. “Tapi itu tidak kami rasakan berat, ya. Kami menikmati karena bersama suami,” tutur Nenny Novianty.

Hal sama juga diutarakan Sri Wahyuningsih, istri dari Mayor I Made Rastinah.  Sejak awal menikah dirinya menyadari tanggung jawabnya sebagai istri seorang prajurit.

Tanggung jawab tersebut, diutarakan Nenny Noviyanti dan Sri Wahyuningsih tidak saja dalam hal memotivasi dan membantu tugas suami, akan tetapi juga meliputi soal etika publik.

“Bapak Kasad sangat tegas ya, mengenai berkomunikasi di publik. Kami selalu menyesuaikan dengan tanggung jawab suami sebagai prajurit,” kata Nenny Novianty.

Ketika ditanya mengenai wilayah mana yang paling menyulitkan saat menemani suami bertugas, keduanya menjawab tidak ada.Termasuk medan terjal menuju Desa Reka yang mereka lewati.

“Tidak ada medan yang galak. Kalau tebing seperti hari ini (di Desa Reka), biasa. Di Aceh Selatan juga begitu.” (ARA/EN)