Ende  

Cerita Kriminalisasi Romo Paschalis, Mahfud Ungkap Kekuatan Publik ke Mahasiswa Uniflor

Avatar photo
Menteri Koordinator Hukum, Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Mafmud MD, saat memberikan materi dalam dialog kebangsaan di Universitas Flores, Kota Ende (31/5/23)
Menteri Koordinator Hukum, Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Mafmud MD, saat memberikan materi dalam dialog kebangsaan di Universitas Flores, Kota Ende (31/5/23)

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan kriminalisasi yang dialami Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong ketika mengadvokasi korban perdagangan orang. Kasus tersebut menjadi bukti desakkan publik amat berguna untuk meluruskan proses penegakkan hukum, terang Mahfud.

Peristiwa kriminalisasi itu diceritakan Mahfud MD kepada mahasiswa Universitas Flores (Uniflor) dalam dialog kebangsaan menyongsong Hari Lahir Pancasila 1 Juni bertempat di aula Uniflor-Kota Ende, Rabu, (31/5/23). Hadir sebagai pembicara Mahfud MD dan anggota DPR RI Andreas Hugo Parera.

Dijelaskan oleh Mahfud MD, teori hukum yang diamanatkan Undang-undang yang berlaku di Indonesia saat ini sebenarnya telah telah sesuai sebagai penjabaran dari ideologi bangsa Pancasila.

Hukum di Indonesia tidak lagi terpaku pada pasal-pasal atau dalam istilah hukum disebut teori negara hukum rechtsstaat. Konsep negara hukum rechtsstaat telah diganti melalui amandemen UUD 1945 pada tahun 2003 sehingga istilah rechtsstaat dihapus dan hanya berbunyi, Indonesia adalah negara hukum.

Konsekuensi dari amandemen tersebut dalam prateknya maka hukum di Indonesia tidak lagi terkunci oleh konsep negara hukum rechtsstaat yang mengedepankan legisme atau penerapan pasal-pasal, melainkan harus juga memenuhi rasa keadilan masyarakat atau dalam konsep disebut teori negara hukum the rule of law.

“Disinilah antara bunyi pasal dan rasa keadilan itu bertemu, itulah Pancasila,” kata Mahfud (31/5/23).

Namun dalam prakteknya masih saja didapati proses penegakkan hukum di Indonesia terpaku pada pasal-pasal, tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan malah dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

“Terkadang ada kasus yang mandek, tidak mampu  menembus oligarki,” sebutnya. Sehingga dibutuhkan perlawan bersama yang melibatkan desakkan publik.

Mahfud mencontohkan beberapa kasus viral yang menjadi atensi publik seperti kasus kriminalisasi mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kasus viral lain seperti rekayasa kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat oleh Ferdy Sambo.

Selain itu, kata Mahfud, pada awal tahun ini terjadi lagi kriminalisasi terhadap aktivis yang bergerak melawan praktek perdagangan orang, RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong atau Romo Paschalis.

Kasus itu amat janggal, sebut Mahfud. Romo Paschalis sebagai aktivis yang melawan praktek perdagangan orang, mengadvokasi dan menampung para korban, justru ditersangkakan oleh oknum penegak hukum.

“Sama juga orang NTT sini, namanya Romo Paschalis, itu mengadvokasi orang yang diperdagangkan. Jadi orang diangkut lewat Batam untuk dijual ke luar, ini banyak nih yang terlantar atau diselamatkan oleh Romo Paschalis,” kata Mahfud. “Malah si Romo Paskalis ini yang dijadikan tersangka,” sambungnya.

Itu merupakan kejanggalan sebab penetapan tersangka dilakukan justru terhadap orang yang melawan praktek haram tersebut. Romo Paschalis, tutur Mahfud MD, sering menolong para korban, mengadvokasi dan memiliki penampungan bagi para korban, namun ia kemudian dijadikan tersangka.

“Padahal dia menolong orang, mengadvokasi orang. Dia punya juga penampungan bagi orang yang terlantar, yang tidak bisa pulang dia tampung, dia tolong, malah dia yang dijadikan tersangka”.

Mahfud kemudian mengupayakan pembebasan bagi Romo Paschalis namun upaya tersebut tidak ditanggapi sehingga dirinya terpaksa melibatkan publik untuk mendesak keadilan bagi Romo Paschalis.

“Saya bicara ke publik, itu ndak benar. Harap itu dibebaskan. Saya ngutus tim kesana. Dibebaskan. Bebas sampai sekarang dan saya katakan kepada Romo Paskalis, terus saja bekerja, Anda sudah berbaik untuk kemanusiaan. Kalau ada apa-apa bilang ke saya”.

Desakkan publik sangat dibutuhkan ketika penegakkan hukum diyakini telah keluar dari rasa keadilan masyarakat. Desakkan publik juga merupakan alat kontrol yang paling efektif saat ini karena didukung oleh media-media sosial sehingga jangkauan masyarakat terhadap informasi kian dekat.

Kontrol masyarakat itu menjadikan suatu kasus hukum menjadi atensi bersama seluruh pihak sehingga dapat menggerakkan proses penegakkan hukum kembali ke jalurnya. Desakkan publik diperlukkan ketika penegakkan hukum tidak dapat diluruskan dengan cara-cara yang normal, tuturnya.

“Jika sesuatu tidak bisa kita selesaikan dengan cara-cara yang normal kita teriakkan saja di publik biar dikeroyok ramai-ramai”. (ARA/EN)