Ende  

Debat Selisih Anggaran Tahun 2020 Berujung Pemkab Ende Ralat Data Audit BPK

Avatar photo
Kepala Badan Pencatatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ende, Mauritz Bunga, dalam rapat Gabungan Komisi DPRD Ende pada Jumat, 20 Agustus 2021
Kepala Badan Pencatatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ende, Mauritz Bunga, dalam rapat Gabungan Komisi DPRD Ende pada Jumat, 20 Agustus 2021

Pembahasan mengenai selisih data anggaran Pemkab Ende tahun 2020 dengan DPRD berjalan alot. Dalam rapat yang berlangsung pada Jumat, 20 Agustus 2021, pemerintah akhirnya membenarkan data anggaran pada Organisasi Perangkat Daerah atau OPD. Hal ini dengan sendirinya menyanggah data anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebelumnya, dilansir media ini (19/08/21), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende menemukan selisih dalam laporan anggaran Covid-19 tahun 2020. Selisih anggaran ditemukan DPRD Ende ketika menyandingkan antara data realisasi pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan data yang tercatat pada BPKAD.

Selisih angka yang ditemukan oleh DPRD di dua OPD, yaitu Dinas Kesehatan dan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ende.

Pada Dinas Kesehatan, realisasi anggaran untuk Jamkesda sebesar Rp 16,7 miliar. Sedangkan pada BPKAD tercatat 17,7 miliar. Selanjutnya, pada BPBD Kabupaten Ende, realisasi anggaran yang disampaikan kepada dewan sekitar Rp 1,1 miliar, sementara yang tercatat di BPKAD sebesar Rp 900 juta.

Atas persoalan ini, kepala BPKAD Kabupaten Ende, Mauritz Bunga, memberikan jawaban bahwa hal tersebut bisa saja terjadi. Beberapa faktor, lanjutnya, dapat mempengaruhi perbedaan data.

“Perbedaan itu, dapat terjadi karena faktor-faktor, pada saat mereka (OPD) membuat laporan tidak melakukan cross check dengan BPAKD selaku bendahara umum daerah,” jelasnya (20/08/21).

Kedua, perbedaan dapat terjadi karena OPD memberikan laporan kepada dewan sebelum BPKAD membuat laporan.

Terakhir, perbedaan karena pemahaman antara OPD dan BPKAD mengenai program yang dapat dikategorikan sebagai anggaran penanganan Covid-19 tidak sama. Jelas Mauritz Bunga, dalam sistem pelaporan tidak menjelaskan secara detail apa saja yang dikategorikan program penanganan Covid-19. Praktis, berdasarkan pemahaman masing-masing.

“Misalnya begini, program kegiatan Penataan Lingkungan Sehat, di situ tidak tertulis bahwa ini termasuk penanganan Covid. Jadi artinya, laporan itu berdasarkan versi pemahaman masing-masing,” lanjutnya.

Jawaban BPKAD disanggah oleh anggota dewan. Menurut dewan, perbedaan data anggaran telah ditemukan saat Pansus LKPJ beberapa waktu lalu dan dewan telah merekomedasikan dilakukan konsolidasi data antara OPD dan BPKAD. Jadi, alasan tersebut tidak bisa digunakan mengingat ada rentang waktu untuk melakukan konsolidasi data.

Salah satu anggota dewan, Sabri Indradewa, menuturkan, konsolidasi data ternyata tidak dilakukan karena masih ditemukan perbedaan. Parahnya, perbedaan ditemukan bahkan setelah laporan keuangan pemerintah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dewan, kemudian menanyakan data final yang mesti menjadi acuan khususnya realisasi anggaran Jamkesda. Data anggaran pada OPD sebesar Rp 16,7 miliar ataukah data BPKAD Rp 17,7 miliar. Atas pertanyaan tersebut, Mauritz Bunga memastikan, data final yang mesti menjadi acuan adalah data OPD.

Menanggapi hal itu, Sabri menyangsikan keakuratan data pelaporan yang diberikan pemerintah kepada BPK. Sebab, audit yang dilakukan oleh BPK berdasarkan data dari BPKAD, sementara data itu tidak lagi digunakan.

“Data dari OPD sebesar Rp 16,7 miliar kan yang kita temukan di rapat ini, bukan data BPKAD yang diberikan kepada BPK sebesar Rp  17,7 miliar,” kata Sabri.

Menyudahi pembahasan, dewan mengharapkan konsolidasi data antara OPD dengan BPKAD segera dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ende. (ARA/EN)