Di Ende Bung Karno Sering Dibantu Ang Ho Lang

Avatar photo
Patung Bung Karno di Taman Renungan Bung Karno, Kota Ende
Patung Bung Karno di Taman Renungan Bung Karno, Kota Ende

Sosok Bung Karno memang pemimpin karismatik. Banyak orang selalu ingin dekat dan menjadi sahabatnya. Mereka bukan saja menjadi sahabat tetapi lebih dari itu, mereka juga bersedia membantunya walau hukuman pemerintah kolonial mengancam di sisi lain.

Salah satunya adalah sahabat Bung Karno bernama Ang Ho Lang. Ang Ho Lang paling berjasa bagi Bung Karno dalam menyelundupkan surat-suratnya, dari Ende ke Jawa atau sebaliknya.

Saat menjalani pengasingan di Ende dari tahun 1934 hingga 1938 ruang gerak Bung Karno amat dibatasi. Ia tidak bisa leluasa berteman layaknya warga biasa. Bung karno tak boleh berdiskusi dengan sesama pejuang, selain itu ia juga tak boleh keluar rumah lebih dari 10 Kilometer.

Bung, mengisi hari-harinya dengan keluarga seperti istrinya Inggit Ganarsih, nenek Amsi, atau Omi anak angkatnya. Dia juga bersibuk diri dengan Toneel Club Kelimutu, kelompok seni yang dibentuknya.

Namun, tak seperti raganya yang dapat dikurung, gelora perjuangan Bung Karno ternyata enggan padam. Bung Karno selalu mencari cara agar dapat berdikusi dengan teman seperjuangan di Jawa, atau mendapat informasi terbaru mengenai perjuangan dari luar sana.

Dia sering menuliskan buah pikirnya kepada teman-teman di luar Ende. Begitu pun sebaliknya, ia sering mendapat informasi-informasi baru dari rekan seperjuangan di Jawa. Interaksi antara Bung Karno dengan mereka diselundupkan melalui surat.

Kata Riwu Ga, sahabat dan pembantu Bung Karno kala di Ende, adalah warga keturunan Tionghoa bernama Ang Ho Lang yang berjasa menyelundupkan surat-surat Bung Karno.

Dalam “Kako Lami Angalai? Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno, (2004),” Ang Ho Lang merupakan warga keturunan Tionghoa yang beristrikan perempuan Jawa. Kendati tak disebutkan dalam buku itu, apakah Ang Ho Lang merupakan warga Ende atau bukan.

Surat-surat Bung Karno, cerita Riwu Ga, diselundupkan oleh Ang Ho Lang dari Ende ke Jawa begitupun sebaliknya. Biasanya surat-surat itu diselundupkan di dalam buah Labu.

“Bila ada orang menjual buah Labu pada kami, Ibu Inggit sudah mengerti (isinya surat). Buah Labu itu dibeli,” cerita Riwu Ga (Hal, 31).

Ang Ho Lang mengatur semua itu dan seperti tanpa rasa takut atas hukuman yang akan diterima bila ketahuan, Ang Ho Lang sering menyulundupkan surat Bung Karno.

Semuanya serba sembunyi-sembunyi, kenang Riwu Ga, karena Bung Karno dan keluarga diintai oleh pemerintah kolonial Belanda.

Oleh sebab itu setelah membeli buah Labu, Inggit Ganarsih akan membelahnya secara sembunyi-sembunyi. “Karena ada surat penting yang tak boleh diketahui orang lain,” sambungnya.

Tak banyak yang tahu, tetapi berkat jasa Ang Ho Lang, Bung Karno selalu dapat berhubungan dengan teman-temannya di Jawa. (ARA/EN)