Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Ende  

Duh, Perempuan Cantik Ini Ngeluh di Kajari Ende, Kasus Apa ya?

Avatar photo
Pengacara Merty Mawardji, Vena Naftalia menunjukkan bukti-bukti surat kelambanan proses di Kejari Ende saat diwawancarai awak media di depan Kantor Kejaksaan Negeri Ende (25/09)
Pengacara Merty Mawardji, Vena Naftalia menunjukkan bukti-bukti surat kelambanan proses di Kejari Ende saat diwawancarai awak media di depan Kantor Kejaksaan Negeri Ende (25/09)

Perempuan cantik asal Surabaya, Vena Naftalia, mendatangi Kejaksaan Negeri Ende menemui Kajari Ende, Zulfami, Senin (25/09/23). Kedatangan Vena Naftalia mengeluhkan kelambanan proses di Kejaksaan Negeri Ende atas laporan kliennya sebagai pelapor dalam kasus dugaan penipuan.

Vena Naftalia merupakan pengacara dari Merty Mawardji pemilik toko Sentosa Abadi, Jalan Pelabuhan, Kota Ende. Klien Vena, Merty Mawardji, melaporkan perempuan berinisial LM, karyawati CV Anugerah Perkasa agen penjualan semen, atas dugaan kasus penipuan.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

BERITA TERKAIT :

Kedatangan Vena Naftalia ke Kejaksaan Negeri Ende mengeluhkan kelambanan proses di Kejaksaan Negeri Ende terhadap kasus penipuan yang dilaporkan oleh pihaknya. Kelambanan proses kasus tersebut terjadi sejak tahap dua atau penyerahan barang bukti dan tersangka, hingga masa persidangan yang belum juga diagendakan hingga saat ini.

“Saya tadinya datang ke Kejaksaan itu ingin bertemu dengan JPU-nya, dengan bu Handayani untuk menanyakan perihal agenda sidang, karena ini sudah berapa hari?. Jadwalnya itu di Kejaksaan 20 plus 30 hari, di Kepolisian itu 20 plus 40 hari, ini sudah berapa hari,” tegas Vena Naftalia (25/09).

Di Kejaksaan Negeri Ende, Vena ditemui langsung oleh Kejari Ende, Zulfahmi yang menerangkan duduk persoalan dan langkah Kejaksaan menanggapi persoalan tersebut. Penuturan Vena Naftalia, Kejari Ende telah memberikan penjelasan atas kelambanan yang terjadi dan mengambil langkah tegas terhadap hal tersebut.

Vena menjelaskan, kelambanan proses terhadap kasus dugaan penipuan yang dilaporkan kliennya terjadi sejak tahap dua hingga masa persidangan yang belum juga diagendakan hingga kini.

Kasus dugaan penipuan yang dilaporkan kliennya, Merty Mawardji, tercatat dalam Laporan Polisi (LP) tanggal 17 Juli 2022. Berkas perkara terhadap laporan tersebut dinyatakan lengkap atau P21 tanggal 31 Mei 2023.

Setelah berkas dinyatakan P21, merujuk mekanisme, seharusnya pihak Kejaksaan dalam hal ini Jaksa Penuntut memberitahukan kepada Kepolisian sehingga proses tahap dua, yaitu penyerahan barang bukti dan tersangka, dapat dilakukan oleh Kepolisian.

Namun, yang terjadi pada berkas laporan kliennya, tutur Vena, pemberitahuan P21 kepada Kepolisian terkatung-katung di Kejaksaan sehingga proses tahap dua mengalami kelambanan.

“P21 kan butuh tahap dua, penyerahan barang bukti dan tersangka. Kalau pemberitahuan P21-nya terlambat ya tahapnya dua pasti nggak mungkin bisa dilakukan,” tukas Vena.

“Dasarnya Polisi melakukan tahap dua, penyerahan barang bukti dan tersangka, itu kan dasarnya pemberitahuan dari pihak Kejaksaan bahwa berkas ini sudah P21. Kalau belum ada pemberitahuan P21 masak ujug-ujug mau tahap dua,” sambungnya.

Dari penjelasan Kejari Ende, dirinya mendapati, ternyata pemberitahuan kepada Kepolisian baru diberikan oleh Jaksa Penuntut pada tanggal 2 Agustus 2023, padahal berkas dinyatakan P21 sejak tanggal 31 Mei 2023. Oleh karena pemberitahuan baru disampaikan tanggal 2 Agustus 2023 itulah maka tahap dua baru dapat dilakukan pada 8 Agustus 2023.

Vena merasa janggal atas lambannya proses tersebut. Dan tak sampai di situ saja, setelah tahap dua selesai, proses persidangan yang dinanti-nanti oleh pihaknya pun belum diagendakan sampai saat ini. Proses kasus tersebut kembali tersendat menanti Jaksa mengagendakan jadwal persidangan.

Pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Jaksa Penuntut terkait hal tersebut namun tidak mendapatkan kepastian. Jaksa penuntut dalam kasus ini, kata Vena, memberikan jawaban untuk kasus tersebut masih menunggu antrian persidangan.

“Itu jawaban JPU (Jaksa Penuntut Umum) ke klien saya, bu Merty, kenapa belum disidangkan, karena antri, kata Vena. “Saya ingin menanyakan sistem antrinya itu bagaimana”.

Anehnya lagi, sambung Vena, kasus lain yang masih memiliki kaitan dengan kasus yang dilaporkan kliennya justru didahulukan dan telah mendapat putusan hakim. Padahal kasus yang dilaporkan kliennya terlebih dahulu tercatat dalam Laporan Polisi.

“LP (Laporan Polisi) yang belakangan sudah putus, yang LP duluan belum sidang, katanya antri. Lah, sistem antrinya saya pengen tahu, apa sistem kopyok kayak arisan atau sistem antrinya bagaimana”.

Kendati demikian, kata dia, Kejari Ende telah menyampaikan permohonan maaf dan memberikan penjelasan secara transparan terkait penyebab kelambanan atas penanganan kasus tersebut.

Selain itu, Kejari Zulfahmi juga memberikan penegasan bahwa proses di Kejaksaan Negeri Ende mengedepankan kepastian hukum dan tak akan sungkan memberikan teguran jika didapati ketidak-profesionalan bawahan. (ARA/EN)