Festival Kelimutu 2021 selesai digelar oleh Pemerintah Kabupaten Ende bekerjasama bersama Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemeparekraf) RI. Festival Kelimutu digelar sejak Rabu 15 September dan berakhir pada Jumat, 17 September 2021.
Penyelenggaraan tahun ini sempat mengalami penundaan. Dalam keadaan normal, event ini diagendakan berlangsung pada tanggal 11 hingga 14 Agustus setiap tahunnya.
Gelaran Festival Kelimutu tahun tertunda akibat tingginya angka penularan virus Covid-19 beberapa waktu lalu. Kabupaten Ende sempat masuk Zona Merah dan ditetapkan status Level IV. Sektor ekonomi nyaris lumpuh saat itu. Pelaku bisnis kehilangan pelanggan, aktifitas warga dibatasi, dan situasi ini berlangsung hingga dua bulan.
Karena itu, oleh Pemerintah Kabupaten Ende, Festival Kelimutu yang akhirnya digelar dijadikan sebagai momen menggairahkan kembali sektor ekonomi. Bupati Ende, Djafar Achmad, saat jumpa pers satu hari sebelum penyelenggaraan (14/09/21), mengatakan, Festival Kelimutu mesti benar-benar digunakan pelaku ekonomi kreatif mengembangkan usahanya masing-masing.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Deputi Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kemenparekraf RI, Edy Wardoyo, menandaskan, Festival Kelimutu mesti menghubungkan antara promosi wisata dan pengembangan ekonomi kreatif.
Festival Kelimutu dibuka pada tanggal 15 September 2021 di Taman Nasional Kelimutu. Penyelenggaraan tahun ini mengambil tema Rise Up Jaga Nua. Tema ini, menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ende, Martinus Satban, dipilih sebagai penanda kebangkitan sektor ekonomi setelah dihantam pandemi.
Sejak dibuka, event ini melibatkan banyak pihak yang berkepentingan dalam urusan pariwisata, mulai dari pelaku ekonomi kreatif, sanggar, hingga musisi.
Kendati melibatkan banyak pihak, penyelanggaraan tahun ini tidaklah semeriah sebelum masa pandemi. Tahun ini, keterlibatan para peserta dibatasi, begitupun dengan jumlah pengunjung. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kerumunan massa.
“Sebelum pandemi, pelibatan massa banyak. Yang kedua, lokasinya bisa terpusat dan yang ketiga, pelaku ekonomi kreatif tidak kita batasi. Tahun ini kita batasi dan terapkan prokes,” kata Martinus Satban.
Penyelanggaraan hari pertama disuguhkan dengan pameran produk-produk lokal dan atraksi budaya. Sementara ceremonial adat Pati Dua Bapu Ata Mata diputar dalam bentuk rekaman. Lalu, pada hari kedua, penyelenggaraan event berlangsung selama setengah hari.
Pada hari ketiga atau hari penutupan, Festival Kelimutu diselenggarakan di Museum Tenun, Kota Ende, sesuai agenda. Pada hari ketiga, Festival Kelimutu dimeriahkan oleh atraksi budaya dari beberapa sanggar, pameran produk lokal, pameran kuliner, dan pengumuman pemenang lomba.
Gairah Pelaku Ekonomi Kreatif
Meskipun tidak semeriah sebelum masa pandemi, para pelaku usaha merasa bersyukur atas penyelenggaraan Festival Kelimutu tahun ini. Para pelaku usaha merasa gairah sektor ekonomi mulai tumbuh kembali setelah dihantam badai Covid.
Sebastianus Benge, salah satu pelaku usaha yang terlibat dalam Festival Kelimutu tahun ini, mengatakan, kehadiran event tersebut memicu dirinya menghidupkan kembali usahanya.
Sebastianus merupakan pemilik produk Kopi Bubuk Ratu Golulada yang didirikan sejak tahun 2020. Dia mempekerjakan 4 orang untuk memenuhi pesanan dari dalam NTT hingga Kalimantan.
Dirinya menceritakan, beberapa waktu lalu saat penularan Covid-19 meninggi, dia sempat mengalami penurunan pesanan secara signifikan. Hal itu akibat pembatasan aktifitas dunia usaha khususnya café yang merupakan pasar bagi produk kopi miliknya.
Kehadiran Festival Kelimutu, bagi Sebastianus, amat berpengaruh memicu pelaku ekonomi kreatif mulai menghidupkan kembali sektor tersebut. “Festival Kelimutu bermanfaat sekali, supaya sektor ini hidup lagi dan produk lokal apalagi dari desa bisa muncul ke permukaan,” tuturnya (17/09).
Harapan sama diungkapkan Robertus Riwu, Kepala Desa Woloara, Kecamatan Kelimutu. Kata Robertus, Festival Kelimutu ia jadikan sebagai ajang promosi produk-produk lokal di wilayahnya. Tahun ini desa Woloara menghadirkan pameran kerajinan Bata dari sampah plastik, lukisan, tenun ikat, dan kerajinan bambu.
Produk tersebut merupakan usaha warga desa yang telah ada sebelum Robertus menjadi Kepala Desa, ungkapnya. Saat menjabat sebagai Kepala Desa dirinya berupaya menggandeng mereka dan ikut membantu mempromosikan, salah satunya melalui Festival Kelimutu.
Harap Robertus Riwu, ke depan, pemerintah daerah menyiapkan satu tempat khusus untuk mempromosikan produk ekonomi kreatif dari desa-desa. Itu diperlukan agar promosi produk dilakukan berkelanjutan sebab jarak antara satu event dengan event lain cukup lama.
Harapan lain datang dari Florensia Reni Kumalasari, pemilik café Rumah Kopi yang terletak di Kota Ende. Perempuan yang akrab disapa Neni ini berharap, promosi produk lokal tidak sebatas melalui event tetapi akan lebih efektif jika dilakukan dalam kegiatan-kegiatan pemerintah.
“Ketika misalnya ada tamu dari luar, mungkin kopi-kopi kami yang sudah dikemas bisa dijadikan oleh-oleh,” contoh Neni.
Promosi Digital Libatkan Milenial
Salah satu yang menarik dalam Festival Kelimutu tahun ini ialah adanya promosi destinasi baru melibatkan milenial. Agenda ini dikemas dalam lomba konten kreator dimana para peserta, umumnya anak-anak muda, membuat konten video dengan konsep promosi destinasi wisata baru di Kabupaten Ende.
Ini merupakan ajang baru dalam Festival Kelimutu yang merangkul dan menghubungkan kaum muda dengan promosi wisata. Setiap konten diberikan batas durasi tidak lebih dari 1 menit. Para peserta diberikan pelatihan selama tiga hari sebelum membuat konten. Setelah itu karya mereka akan dinilai oleh para juri yang terdiri dari kalangan profesional salah satunya Karolus Naga.
Nadiran Samin, pemenang dalam ajang ini, menuturkan, lomba konten kreator menyadarkan dia bahwa sebenarnya Ende memiliki spot-spot wisata yang berlimpah apabila dipromosikan secara baik.
Dalam ajang ini Nadiran mengangkat pesona Pantai Bita Beach, Kota Ende. Dia memerlukan waktu 3 sampai 4 hari menyelesaikan kontennya. Lanjut dia, yang paling sulit dalam proses pembuatan adalah menentukan konsep, sementara untuk pengambilan gambar dan editing tidak sulit sebab telah dilatih.
Nadiran berharap ajang seperti ini diadakan secara rutin sehingga memicu kaum muda terlibat dalam promosi destinasi baru di Kabupaten Ende.
“Untuk kaula muda, kami merasa terpanggil. Jarang sekali kita mengeksplor potensi-potensi (wisata) sehingga banyak orang belum mengetahui,” ungkapnya (17/09).
Senada dengan itu, Beatus Kabhi, pemenang kedua dalam ajang ini mengaku senang mengikuti perlombaan sebab dirinya mendapat kesempatan mengangkat Desa Adat Nggela, yang merupakan tempat asalnya.
Pelibatan kaum muda juga bermanfaat menumbuhkan kesadaran untuk merawat destinasi wisata. Adanya kesadaran bersama akan menghindari laku negatif seperti membuang sampah atau mengotori obyek wisata. Ungkap Oktavia Vivian Nggando, pemenang ketiga yang mengangkat pesona Pantai Mbu’u, jika kesadaran itu tumbuh di kalangan muda maka kerja-kerja promosi wisata ke depan akan semakin mudah. (ARA/EN)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.