Geliat Pembangunan Terminal Bandara Ende, Suatu Masukan

Avatar photo
Ilustrasi
Ilustrasi

Beberapa waktu lalu saya membaca berita di salah satu medsos NTT dan Podcast yang memberitakan bahwa Bandara Haji Hasan Aroeboesman, Kota Ende, mendapat kucuran dana Kemenhub sebesar Rp 85.5 miliar untuk pembangunan terminal baru seluas lebih dari 4000 m2. Artinya satu lagi langkah maju dari kabupaten Ende dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya.

Dengan dana sebesar itu diharapkan nantinya akan berdiri sebuah terminal baru yang megah dan bagus dengan fasilitas layaknya bandara- bandara besar lainnya. Diharapkan pula Ende akan menjadi daerah tujuan wisata baru mendampingi Labuan Bajo untuk daratan Flores dan NTT umumnya. Dan juga akan menjadi salah satu kandidat kuat ibukota Provinsi baru seandainya terjadi pemekaran nantinya.

Advertisement
dpd ri
Scroll kebawah untuk lihat konten

Hanya saja ada beberapa hal yang mungkin jadi bahan pertanyaan saya. lni semua semata-mata hanya sebuah rasa keingintahuan dan sedikit memberi pendapat dari sisi saya, sebagai seorang praktisi penerbangan berdasarkan pengalaman saya selama ini, dan tidak bermaksud mengkritisi apa yang sudah menjadi keputusan yang sedang berjalan.

Saya ingin sedikit bertanya apakah dengan dana sebesar itu hanya untuk pembangunan terminal dan area parkir saja atau berikut perpanjangan landasannya. Karena menurut saya kalau dana tersebut digunakan untuk pembangunan dan perpanjang landasan tentunya sangat bermanfaat bagi Ende.Tapi seandainya kalau dana sebesar itu hanya untuk pembangunan terminal dan area parkir saja sepertinya kurang efektif.

Akan sangat kontras terlihat antara megahnya terminal dengan kondisi landasannya.Poin pentingnya adalah bagaimana Bandara Ende ini bisa memperbanyak frekuensi penerbangan serta jenis pesawat yang mendarat dan menambah jarak tempuh pesawat yang mengangkut penumpang datang dan berangkat dari Ende. Alangkah bagusnya kalau dalam sehari bisa lebih dari flight yang masuk ke Ende dengan tipe pesawat yang berbeda dari berbagai daerah bukan hanya penerbangan seputar NTT.

Secara ekonomi dan pariwisata pasti akan meningkat seandainya ada type pesawat narrow body jenis Airbus 320 atau Boeing 737 bisa mendarat di Ende. Daerah kita bisa menjadi salah satu pintu masuk pariwisata jika ada penerbangan langsung dari Bali atau Surabaya bahkan dari Jakarta sekalipun.

Wisatawan dari Bali misalnya ,mereka datang ke Flores melalui Labuan bajo dan kembali ke Bali melalui Ende ataupun sebaliknya. Selama perjalanan darat mereka bisa menikmati keindahan alam Flores .dan Secara tidak langsung memberi income tersendiri bagi daerah- daerah yang mereka lalui. Belum lagi penumpang dari pulau Jawa Bali, selama ini mereka harus melalui Kupang atau Labuan bajo sebagai bandara transit.

Ende mempunya potensi sebagai hub baru di daerah Flores. Kalau mendengar penjelasan Kepala Bandara Ende di sebuah podcast mengatakan bahwa kedepannya frekuensi penerbangan akan ditingkatkan hingga L0 kali dalam sehari. Pertanyaannya apakah semua penumpang dalam kesepuluh flight itu nanti semua nya bertujuan dari dan ke kupang atau ke Labuan saja?.

Tentu tidak, karena kemungkinan 50 -70% penumpangnya akan melanjutkan perjalanannya keluar NTT.Tentunya akan lebih efektif efisien dari segi biaya dan waktu seandainya kita mempunyai penerbangan langsung tanpa harus transit terlebih dulu. Begitu juga dengan arus pengiriman barang dan kargo. Sepengetahuan saya bisnis ini sangat membutuhkan ketepatan waktu. Para pengusaha Ende dapat mengirim atau mendatangkan barang lebih cepat tanpa harus terlebih dahulu transit. Artinya biaya yang dikeluarkan akan lebih kecil dan berdampak pada harga jual yang lebih rendah.

Akan tetapi bagaimana kita mau menambah frekuensi penerbangan dari daerah lain kalau apron kita sempit, bagaimana mau menggunakan pesawat yg lebih besar kalau landasan kita tidak kuat, bagaimana mau terbang ke destinasi yang lebih jauh kalau landasannya pendek. Begitupun dengan fungsi terminal yang kita bangun ini, Apakah akan berfungsi secara optimal atau tidak. Dengan kemegahannya nanti kalau hanya dengan 4 – 5 flight per hari rasanya tidak sebanding dengan biaya operasional dan perawatannyanya.

Lantai 1 dipakai untuk check in dan kedatangan sedangkan lantai 2 untuk ruang tunggu keberangkatan. Apakah nantinya juga dipasang Aerobridge/ Garbarata atau belalai gajah untuk penumpang naik ke pesawat. Atau kah mereka tetap akan kembali turun melalui tangga baru kemudian menuju ke pesawat. Karena untuk pesawat jenis ATR tidak mungkin dihubungkan dengan Garbarata tersebut. Menurut saya itu tidak efektif.

Memang sudah saatnya terminal lama dipindahkan dan diperluas. Tapi seharusnya juga dibarengi dengan perpanjangan, pengerasan dan pelebaran landasan sebagai infrastruktur utama dari sebuah bandara. Karena landasan atau runway merupakan titik sentral dari semua kegiatan di Bandara.

Apalah artinya pembanguanan lingkungan bandara yang megah kalau landasannya pendek dan sempit, tapi sebaliknya walaupun terminalnya sederhana tapi kalau landasannya panjang, pesawat sebesar apapun bisa masuk dan mendarat. Jadi jangan dibalik logika cara berpikirnya.

Kita seharusnya menyediakan infrastrukturnya dulu sebelum mengundang orang lain masuk dan berinvestasi. Begitupun dengan bandara sebagai salah satu pintu masuk ke daerah kita. Menurut saya Bandara H.Hasan Aroeboesman ini masih memungkinkan untuk diperpanjang . Panjang landasan sekarang kurang lebih 1658 m dan masih bisa diperpanjang menjadi 2000 – 2100 m lalu diperlebar menjadi 45 m.

Kalaupun ada obstacle atau hambatan di kedua ujungnya tentunya ada cara dan hitungan teknis yang bisa dilakukan, seperti menghitung kekuatan landasan, beban pesawat, panjang landasan yang diperlukan untuk take off dan landing begitu juga sudut awal lepas landas dan mendarat.

Setelah diperpanjang menjadi 2100 m, titik landing pesawat ke arah barat atau runway 27 bisa diundur beberapa ratus meter sehingga manuver base leg pesawat dari samping Wolotopo dan Ngalupolo bisa lebih tinggi, otomatis ketinggian pesawat diatas pulau Koa juga bisa lebih tinggi dan lebih aman.

Dan sebaliknya pesawat juga bisa mendarat dari arah barat ke arah timur atau runway 09 dari arah kota, yang selama ini tidak pernah dilakukan karena alasan obstacle atau tebing di sisi tersebut, kecuali jenis pesawat Twin Otter dulu di tahun 80-an. Begitu juga dengan perhitungan take off, dengan landasan yang panjang pesawat juga sudah dapat take off mengarah ke dua arah barat dan timur. Bukan cuma ke arah timur saja seperti sekarang ini.

Titik awal take off pun sudah bisa kearah barat membelakangi pulau Koa, dalam bahasa penerbangannya karena Take Off Distance Availablenya (TODA) sudah semakin panjang. Sekali lagi semua ini bisa dikaji secara tehnis dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Beberapa bandara didaerah seperti Bandung Jambi atau Palu, kondisinya mirip dengan kondisi lingkungan bandara Ende, bahkan Bandung mempunyai hambatan yang lebih besar karena arah landing dan manuvernya diatas pemukiman dan gedung-gedung.

Mengenai pembangunan terminal penumpang, menurut saya, kita seharusnya mempunyai rencana untuk pembangunan dan pemakaian jangka panjang. Dengan bertambahnya frekuensi dan jenis pesawat tentunya membutuhkan area parkir dan apron yang lebih luas agar bisa menampung pesawat yang lebih besar dan banyak. Begitu juga dengan taxiway, jalan penghubung antara landasan dan apron.

Sisi selatan bandara merupakan posisi paling ideal dan strategis untuk sebuah terminal baru. Pembangunan terminal yang besar pastinya bukan sekedar menjadi area rekreasi atau kuliner baru dengan jam kunjungan terbatas tapi harus disertai dengan target-target tertentu yang bersifat strategis yang sesuai dengan fungsi utamanya. Salah satu targetnya adalah estimasi pertumbuhan jumlah penumpang yang bisa ditampung dari tahun ke tahun.

Jangan sampai berbagai fasilitas yang sudah dibangun nantinya malah tidak digunakan. Apalagi bandara tersebut nantinya juga mempunyai pelayanan valet parking dan CIP Lounge. Fasilitas ruang tunggu berbayar bagi penumpang, yang menyediakan layanan makanan dan minuman sambil menunggu keberangkatan, seperti yang diutarakan Kepala Bandara Ende dalam wawancara di lintas pagi RRI Pro 1 Ende.

Mudah mudahan fasilitas itu diminati penumpang umum .Karena kalau dilihat darijarak tempuh penerbangan yang rata-rata yang hanya dibawah satu jam, rasanya mereka akan berpikir panjang untuk mengeluarkan biaya tambahan sebesar 10-30o/o dari harga tiketnya. Jadi semuanya harus benar – benar dipikirkan secara matang. Jangan sampai dengan tenaga dan biaya besar yang sudah dikeluarkan tidak membuat perubahan yang berarti selain kemegahan fisik semata dan kurang bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Ende.

Perkembangan ekonomi dan pariwisata daerah akan maju dan berkembang kalau semua pintu masuknya kita benahi secara maksimal, dan salah satunya adalah bandara dengan semua infrastrukturnya.

Dan saya yakin, dengan izin Tuhan Yang Maha Esa, disertai keinginan yang tulus dan kerja keras

Pemda serta masyarakat Ende, semuanya akan bisa terwujud. Mudah-mudahan ini dapat memberikan sedikit pemahaman dan pencerahan bagi masyarakat awam kita, dengan adanya pembangunan terminal baru bandara H.Hasan Aroeboesman Ende, dipandang dari sisi saya sebagai seorang praktisi Penerbangan. Dan juga sebagai sebuah sumbang saran bagi para pengambil kebijakan didaerah kita. Mohon Maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan,tapi ini semua demi kemajuan daerah kita tercinta “Ende Lio Sare Pawe”.

Capt. Abdurachman Sumbi

Pilot Boeing 777 Garuda Indonesia

Putra Asli Ende