H. J. Gadi Djou : di Ende “Ema”, di Jogya “Mas Herman”

Avatar photo
Herman Josef Gadi Djou
Herman Josef Gadi Djou

H. J. Gadi Djou, Bupati Ende kedua ternyata punya sapaan unik kala menjadi mahasiswa di Jogyakarta. Sayangnya, kala itu sapaannya di tanah rantau tak diketahui oleh kerabat di Ende. Tentu saja hal itu membuat kerabatnya kelabakan bila mencarinya. Itulah yang dialami Yohanis Wadhi.

Tahun 1962,  Yohanis Wadhi (Hany) berangkat ke Jogya. Hany dikirim oleh Frateran BHK Ndao melanjutkan studi di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta.

Tiba di Yogya ia segera mencari temannya itu. Herman Joseph Gadi Djou merupakan sahabat Hany sejak di Ende. Hany sering menyapa temannya itu dengan panggilan Ema.  Hany segera memanggil becak menuju asrama Realino, tempat tinggal Ema. Namun tiba di sana ternyata seluruh penghuni asrama tak ada yang mengenal Ema.

Hany tak putus asa, ia coba cari di asrama-asrama lain. Seharian ia keliling tak satu pun yang mengenal Ema. Capek, akhirnya Hany putuskan berhenti mencari.

Tapi Hany penasaran campur heran, kenapa orang-orang yang ia tanyai tak kenal Ema Gadi Djou.

Esoknya, hari Minggu, Hany menyempatkan diri mengikuti Misa di Gereja. Tak ia sangka, ia bertemu dengan Ema di tempat itu. Senang bukan main.

Ketika keduanya bercengkrama Hany bertanya ke Ema, kenapa di Yogya tidak ada orang yang mengenal nama Ema Gadi Djou?

Ema dengan enteng menjawab, “Hany, kalau kau tanya Ema Gadi Djou tidak ada yang tahu, tetapi kalau tanya Mas Herman, semua tukang becak pasti tahu”.

Itulah kisah H. J. Gadi Djou yang diceritakan kembali oleh oleh Hany Wadhi dalam “75 Tahun Sang Visioner H. J. Gadi Djou” (2012).

Menurut Hany Wadhi, sahabatnya H. J. Gadi Djou memang sangat beken di Yogya dengan sapaan Mas Herman. Ia tenar lantaran aktif dalam banyak kegiatan, seperti di organisasi Keluarga Pelajar Mahasiswa Ende, PMKRI, sepakbola, bahkan ia juga sering melatih Volly.

“Kalau ada pertandingan di Stadion Kridasono pasti Mas Herman ikut main. Saya dapat masuk bebas tanpa beli karcis, yang penting sebut saja bahwa saya adalah kakaknya Mas Herman,” cerita Hany (Hal. 147).

Pernah sekali peristiwa, ada urusan Hany yang mentok di Kantor Pos. Hany panggil sahabatnya itu bantu menghadap kepala Kantor Pos. Ketika melihat Ema, kepala Kantor langsung menyambut, “Mari Mas Herman.” Ternyata keduanya teman main bola.

Tentang nama Mas Herman ini juga diakui oleh sahabat lainnya bernama Abraham Gampar.

Cerita Abraham Gampar, nama Mas Herman populer dan disegani. “Apalagi ia juga pemain Gama dan PSIM Yogyakarta dan biasa dipanggil goal getter atau jenderal,” (Hal. 54).

Sekali waktu Abraham Gampar dan beberapa teman ingin rekreasi ke Kaliurang, tetapi bagaimana caranya, sedangkan mereka saat itu hanyalah mahasiswa kosan.

Cerita Abraham Gampar itu hal mudah bagi Ema alias Mas Herman. Ema tinggal mendekati salah satu kenalannya dan tak lama berselang kenalannya itu memberikan kunci Villa milik ayahnya.

Itulah sapaan dan sosok H. J. Gadi Djou, mantan Bupati Ende di mata rekan-rekannya sesama mahasiswa di Jogya.

Ketika menyelesaikan studi dan balik ke kampung halaman, ketiganya menjadi sosok berpengaruh. Mas Herman menjadi Bupati Ende yang kedua, Yohanis Wadhi menjadi anggota DPRD NTT, dan Abraham Gampar menjadi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT. (ARA/EN)