Ini Strategi PS Detusoko yang Bikin Lawan “Langga Ndate”

Avatar photo
Pelatih PS Kecamatan Detusoko, Herman Vendy Lamba, saat menjelaskan strategi yang digunakan timnya (10/11/22)
Pelatih PS Kecamatan Detusoko, Herman Vendy Lamba, saat menjelaskan strategi yang digunakan timnya (10/11/22)

Yel-yel Laskar Pere Lio, PS Detusoko bergemuruh di Stadion Marilonga, Kota Ende, saat tim itu menjuarai turnamen Piala Bupati Ende 2022. “Pere Lio, Sele Talo, Langga Ndate” terus diteriakan oleh para suporter, pengurus dan tentu saja para pemain PS Detusoko hingga akhir seremonial penutupan turnamen.

Yang menarik dari yel-yel PS Detusoko ialah adanya istilah “Langga Ndate” (tak bisa dilewati-red) yang disematkan untuk menunjukkan jati diri mereka. Yel-yel “Langga Ndate” jadi sesuatu yang menarik karena istilah itu benar-benar terbukti di sepanjang perjalanan PS Detusoko di Piala Bupati Ende tahun ini. Tim ini sungguh tak bisa dilewati hingga akhir turnamen.

Pertahanan PS Detusoko merupakan yang terkuat pada turnamen Piala Bupati tahun ini bahkan ketika berhadapan dengan tim favorit juara yang memiliki pemain Liga 3 seperti PS Ende Timur, PS Ndona, PS Ende Utara atau PS Wolowaru. Sekuat apapun tim-tim tersebut berusaha tetap saja pertahanan PS Detusoko berat untuk dilewati.

Pembuktian istilah “Langga Ndate” ini tidak dapat dipungkiri sebab PS Detusoko merupakan satu-satunya tim yang tidak pernah terkalahkan di turnamen Piala Bupati Ende tahun ini. Skuad ini juga tercatat sebagai tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit selama turnamen.

Kuatnya pertahanan PS Detusoko membuat publik penasaran terhadap strategi dan cara mereka memainkan sepabola negatif yang dikenal pecinta sepabola dengan istilah “parkir bus”. Istilah yang merujuk pada formasi bertahan pelatih Inter Milan, Jose Mourinho, saat membawa timnya menjuarai Liga Champions tahun 2010. Strategi bertahan semacam itu kembali terlihat di Piala Bupati Ende diperagakan oleh PS Detusoko.

Pecinta sepakbola di Ende yang mengikuti Piala Bupati Ende tahun ini tentu sudah mengetahui, kunci sukses PS Detusoko bukan pada pemain bintang, bukan penguasaan bola dan juga bukan karena permainan terbuka melainkan strategi bertahan yang mereka terapkan. Sejak laga perdana yang dijalani, strategi tim ini melulu menumpuk pemain di belakang, bertahan, dan menunggu lawan melakukan kesalahan.

Pelatih PS Detusoko, Herman Vendy Lamba, membenarkan bahwa PS Detusoko memang memainkan strategi bertahan dengan menumpuk pemain di tengah lini pertahanan dan menunggu tim lawan melakukan kesalahan.

Ada satu alasan kuat, kata Vendy, yang membuat timnya memainkan strategi tersebut, yakni kualitas pemain. Diakuinya, kualitas pemain PS Detusoko secara individual jauh dibawah tim-tim lain. Skuad PS Detusoko hanyalah anak SMA, kuliah, dan anak-anak petani yang belum berpengelaman di turnamen besar.

“Rata-rata pemain di sini, pemain kerja kebun, kerja sawah yang punya harapan main di stadion saja,” tuturnya (10/11).

“Ada yang SMA, ada yang sudah kuliah, dan ada yang tidak sekolah, kerja kebun, bajak sawah, ini saksinya (sambil menunjuk orangtua salah satu pemain) anaknya bajak sawah. Anak kebun semua, kami tidak ada pemain elit”.

Karena itu, sebagai pelatih, Vendy memilih menyesuaikan strategi yang diterapkan dengan kemampuan para pemain yang dimiliki. Setelah mengotak-atik formasi, Vendy akhirnya menentukan strategi yang cocok untuk PS Detusoko ialah memainkan sepakbola negatif, bukan sepakbola terbuka.

Selain itu, trategi tersebut dinilai tepat mengingat turnamen Piala Bupati Ende merupakan kompetisi pendek tidak seperti liga yang memakan waktu sangat lama sehingga yang dibutuhkan hanyalah bermain aman di setiap laga.

“Saya berpikir ini bukan liga. Ini turnamen kan tidak butuh waktu panjang, dia kan main singkat bukan satu tahun, jadi saya maksimalkan pemain sistem gaya permainan yang simple, satu peluang satu gol, selesai”.

PS Detusoko memainkan formasi dinamis dengan menyatukan skema 4-3-3 saat keluar menyerang dan berganti skema 6-3-1 disaat bertahan.

Formasi 4-3-3 ini sering terlihat diawal pertandingan saat para pemain berdiri menunggu peluit dimulainya pertandingan. Skema yang sama juga akan nampak ketika PS Detusoko keluar menyerang ke pertahanan lawan.

Namun, skema 4-3-3 ini akan berganti secara kilat ke skema 6-3-1 ketika PS Detusoko bertahan dari serangan lawan. Kecepatan perpindahan skema ini sangat dinamis yang bahkan tanpa bisa disadari oleh tim lawan.

“Polanya sederhana saja, kalau pakai pola 4-3-3 saat bermain awal, saat berdiri awal 4-3-3. Tapi saat bermain berubah-ubah, dinamis dia. Kalau menyerang bisa 5 muncul dari sayap begini (sambil memperagakan), tapi saat bertahan bisa 6 (pemain). Belakang 6 tambah tiga pemain tengah, selesai”.

Saat bertahan PS Detusoko menumpuk pemain di tengah lini pertahanan termasuk para penyerang. Fungsinya, kata Vendi, memutus permainan satu-dua tim lawan dan memaksa mereka melakukan crossing atau umpan jarak jauh. Jika tim lawan terjebak dengan pola ini maka pekerjaan pemain PS Detusoko menjadi mudah, hanya tinggal membuang bola.

“Karena gawang di tengah jadi mereka (tim lawan) main dari mana saja pasti tujuannya tengah, jadi saya usahakan pemain sebanyak mungkin di lini tengah,” kata Vendy. “Kita main di zona saja (daerah pertahanan) paksa mereka crossing, jangan sampai mereka main satu-dua,” sambungnya.

Keyakinan Vendy itu mengingat permainan sepakbola di Ende tidak seperti di Eropa yang telah terbiasa mengoptimalkan umpan-umpan jauh. Umpan jarak jauh di sepakbola Ende cenderung terjadi hanya karena sebuah tim mengalami kebuntuan. Kebuntuan yang dialami tim lawan akan membuat mereka melakukan banyak kesalahan walaupun unggul penguasaan bola.

“Tim yang banyak pegang bola relatif bikin kesalahan,” kata Vendy, dan momen itulah yang paling ditunggu para pemain PS Detusoko melakukan serangan balik cepat ke pertahanan lawan.

Kendati strategi tersebut terlihat sederhana, diakuinya, menjalankan strategi bertahan semacam itu membutuhkan pemain-pemain yang memiliki daya juang dan mampu berlari hingga akhir pertandingan. (ARA/EN)