Ende  

Kasus Mark Up Rekening Listrik PDAM Ende, Begini Modus HSA

Avatar photo
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Ende, Muhammad Fakhry (29/9/20)
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Ende, Muhammad Fakhry (29/9/20)

Sidang kasus mark up atau penggelembungan rekening listrik milik PDAM Ende memasuki tahapan baru. Setelah melewati proses persidangan yang panjang, kasus ini sekarang menanti putusan hakim.

Dalam tahapan persidangan itu berbagai perbuatan terdakwa terungkap dan dibuktikan. Termasuk bagaimana cara terdakwa HSA melakukan penggelembungan.

Advertisement
iklan
Scroll kebawah untuk lihat konten

BACA JUGA : Jaksa Tuntut 7 Tahun 6 Bulan Pelaku Mark Up Rekening Listrik PDAM

Kasi Pidsus Kejari Ende, Muhammad Fakhry (29/9/20), yang ditanyai mengenai hal tersebut mengatakan, modus pelaku adalah menawarkan pembayaran melalui dirinya dan memalsukan resi resmi kantor Pos. Modus yang digunakan pelaku ini telah dibuktikan dan diakuinya dalam persidangan.

Awalnya, jelas Muhammad Fakhry, pembayaran rekening listrik PDAM melalui Pos Keliling. Pos Keliling merupakan program kantor Pos Ende, yang biasa mangkal di depan kantor PDAM. Setelah program itu berakhir, terdakwa menggunakan kesempatan.

Karena pembayaran rekening listrik PDAM melalui kantor Pos, maka pelaku menawarkan pembayaran melalui dirinya. Pembayaran dari PDAM selanjutnya diserahkan HSA kepada kantor Pos. Saat proses inilah penggelembungan dilakukan.

“Kan data sudah dia kantongi, berapa masing-masing jumlah nomor rekening listrik yang dimiliki oleh PDAM. Dia cek ke loket, berapa jumlah tagihan yang besar. Terhadap tagihan yang besar itu, pelaku menaikan besaran tagihan,” jelas Kasi Pidsus Muhammad Fakhry (29/9/20).

“Anggaplah ada Rp 50 juta misalkan. Nah, untuk yang Rp 50 juta itu dia tulis tangan. Tapi dia tidak tulis Rp 50 juta. Dia naikkan”.

Untuk kelancaran aksi, kata Muhammad Fakhry, HSA membuat resi palsu. “Dia bikin sendiri resi, seakan-akan itu resi dari kantor Pos. Cuma stempelnya bukan stempal Pos yang dipakai. Dia pakai stempel E-Mobile. Dari pihak Pos tidak mengakui adanya stempel itu”.

Setelah uang pembayaran diambil dari PDAM, pelaku kemudian menyerahkannya ke kantor Pos. Namun, yang diserahkan adalah jumlah sesungguhnya. Sedangkan sisa uang yang dimark-up, diambil oleh HSA.

Ketika itu PDAM Ende tidak merasa curiga. Sebab, pada saat yang sama sedang ada penambahan jam kerja dan penambahan daya. Penggelembungan pun dilakukan secara terus-menerus sejak 2015, 2016, dan 2017 oleh HSA.

Total kerugian yang diderita akibat perbuatan HSA mencapai Rp 1,8 miliar.

BACA JUGA : Limbah PLTU Ropa, DLH Ende Lemah Pengawasan

Karena perbuatannya, jaksa menuntut hukuman 7 tahun 6 bulan, kata Muhammad Fakhry. Lanjutnya, terdakwa juga dituntut denda sebesar Rp 300 juta, yang jika tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan.

Tak hanya itu, jaksa juga menuntut pelaku mengganti kerugian yang ditimbulkan. Besaran uang pengganti adalah Rp 1,8 miliar, sesuai perbuatan pelaku.

“Apabila uang pengganti tidak dibayarkan oleh terdakwa, atau terdakwa tidak memiliki harta kekayaan lagi, dengan sendirinya menjalani pidana penjara 3 tahun 10 bulan,” jelas Muhammad Fakhry.

Sekarang ini proses persidangan tinggal menunggu putusan hakim. Pembacaan putusan terhadap terdakwa rencananya digelar pada 14 Oktober 2020. (ARA/EN)