Lokasi Karantina Amburadul, DPRD dan Orangtua Ribut di Kantor Bupati

Avatar photo
Ketua dan anggota DPRD Ende bersama para orangtua dari anak-anak klaster Magetan, meninggalkan Kantor Bupati Ende
Ketua dan anggota DPRD Ende bersama para orangtua dari anak-anak klaster Magetan, meninggalkan Kantor Bupati Ende usai dialog (12/5/20)

DPRD Ende bersama orangtua dari anak-anak klaster Magetan yang sedang menjalani karantina, hari ini mendatangi Posko Penanganan Covid-19 yang terletak di Kantor Bupati Ende (12/5/20). Mereka datang melakukan protes terkait lokasi karantina yang jorok dan tidak tertata.

Dipimpin oleh ketua Fransiskus Taso, anggota DPRD Ende yang terdiri dari Yulius Cesar Nonga, Sabri Indradewa, Mahmud Djega, Hasbulah Mberu, dan Hajarul Hastuti mendampingi para orangtua berdialog dengan Tim Gugus Tugas.

Proses dialog berjalan panas. DPRD dan para orangtua kesal lantaran ketidak-jelasan protap penanganan dan lokasi karantina yang dinilai tidak manusiawi. Lokasi dimaksud adalah lokasi karantina di Balai Latihan Kerja (BLK) Disnakertrans dan di Pustu Paupanda.

Mengenai protap penanganan, para orangtua heran dengan keputusan Tim Gugus Tugas dalam melakukan karantina. Anak-anak mereka tiba di Kabupaten Ende dari Magetan sekitar satu bulan lalu. Setelah tiba mereka telah melakukan karantina mandiri di rumah selama 14 hari.

Akan tetapi, beberapa hari lalu anak-anak mereka dihubungi untuk Rapid Test dan selanjutnya menjalani karantina. “Kami merasa kecewa, kenapa itu yang di Maumere dengan di Labuan Bajo, yang non-reaktif tidak dikarantina, hanya di Ende saja (dikarantina),” kata salah satu orangtua.

Padahal menurutnya, anak-anak mereka tiba bersamaan dengan klaster Magetan asal dua kabupaten tetangga tersebut.

Selain itu, lokasi karantina yang ditinggali anak-anak mereka juga jorok, tidak tertata, bahkan tidak ada air. Lebih-lebih lokasi karantina di BLK.

Pengakuan salah satu orangtua, lantaran gelisah dirinya sempat meninjau lokasi karantina di BLK. “Waktu itu jam 12 malam, saya dengan teman-teman langsung ke KLK (atau BLK), ternyata di sana kami lihat tidak ada satu pun petugas, dari Gugus maupun aparat keamanan,” lanjutnya, lokasi ternyata becek dan kumuh.

Selain mendapati langsung, para orangtua juga menerima informasi dari anak-anak mereka mengenai kondisi na’as yang mereka alami. Lokasi karantina banyak nyamuk dan bahkan mereka juga disuruh kerja membersihkan tempat karantina.

Oleh sebab itu, para orangtua mendesak Gugus Tugas mengeluarkan anak-anak klaster Magetan. “Kalau masih diharuskan karantina, biar karantina di rumah saja. Kami mau anak kami pulang!,” tegas para orangtua.

Menanggapi desakan tersebut, Sebastianus Bele, wakil sekretaris Tim Gugus Tugas menjelaskan bahwa informasi ketidak-kelayakan tempat telah sampai kepada Bupati Ende. Dan, terhadap itu telah disediakan solusi.

“Tadi pagi sudah rapat di ruangan pak Bupati. Beliau memutuskan, hari ini juga adik-adik yang di Paupanda, kita akan pindahkan ke hotel King,” paparnya. Lalu, untuk warga karantina di BLK, hingga saat ini Gugus Tugas masih mencarikan tempat.

Namun, jawaban tersebut spontan dibantah secara sahut-sahutan. Para orangtua tetap mendesak anak mereka harus dipulangkan. Terhadap desakan itu Sebastianus Bele tidak bisa mengabulkan sebab posisinya bukan pengambil kebijakan dalam struktur Gugus Tugas.

Ketidak-hadiran para pimpinan Gugus Tugas membuat ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso berang. “Kami lembaga DPRD ini jangan menjadi tempat sampah. Mohon maaf, lembaga DPRD ini bukan tempat sampah. Semua kami urus dari pagi sampai malam.”

Fransiskus Taso meminta kehadiran pucuk pimpinan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam pantauan Ende News, hingga pukul 15.30 WITA, para pengambil kebijakan dalam struktur Gugus Tugas tidak terlihat hadir menemui orangtua dan anggota DPRD.

Ketua dan anggota DPRD Ende bersama para orangtua akhirnya memutuskan pulang. Proses dialog berakhir tanpa solusi. (ARA/EN)