Mertua Bung Karno dan Makamnya di Ende yang Tak Terawat

Avatar photo
Kondisi makam ibu Amsi dan foto keluarga Bung Karno saat di Ende
Kondisi makam ibu Amsi dan foto keluarga Bung Karno saat di Ende

Kota Ende sulit dipungkiri sebagai salah satu tempat bersejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kota ini merupakan tempat pengasingan Bung Karno sejak 1934 hingga 1938.

Di Kota Ende, Bung Besar meninggalkan jejak-jejak perjuangan yang kini dijadikan aset sejarah. Jejak pertama tentu saja Rumah Pengasingan, kemudian pohon Sukun tempat ia merenung, dan terakhir adalah makam mertuanya, ibu Amsi.

Namun, kendati merupakan aset sejarah, makam ibu Amsi justru tidak terawat. Makam ini terletak di RT 01/RW 04, Kerara, Kelurahan Rukun Lima, Kota Ende. Kondisinya sungguh mengenaskan. Sampah bertebaran, dikeliling rumput liar, dan bahkan tanpa penerangan.

Kondisi ini tentu tidak sebanding dengan perjuangannya selama menemani Bung Karno di Ende. Peran ibu Amsi tidak dapat dianggap sepele, apalagi bila mengingat bagaimana ia mengembuskan nafas terakhir di tanah pengasingan.

Semua dimulai ketika Bung Karno diasingkan di Ende pada 1934. Saat itu sang istri Inggit Ganarsih dan mertuanya Ibu Amsi ikut menemani Bung Karno. Di Ende mereka menjalani suka-duka perjuangan bersama Bung Karno.

Tutur Syafruddin, penjaga Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, keluarga Bung Karno menjalani hari-hari mereka layaknya warga biasa. Bung sering berbaur dengan warga sementara Inggit dan Ibu Amsi mengurusi keperluan Bung Karno dan menyemangatinya.

Ibu Amsi, menurut cerita yang turun-temurun dari keluarga dan warga sekitar, terkenal ramah terhadap siapa pun.

“Selama ikut Bung Karno diasingkan, ibu Amsi terkenal ramah, sabar, dan banyak sekali membantu Bung Karno,” tutur Syafrudin (16/08/21).

Syafruddin menunjukkan foto Bung Karno di makam ibu Amsi yang terpajang di Rumah Pengasingan
Syafruddin menunjukkan foto Bung Karno di makam ibu Amsi yang terpajang di Rumah Pengasingan (16/08/21)

Satu tahun berselang, tepatnya pada bulan Oktober, ibu Amsi jatuh sakit. Ia diserang penyakit malaria. Dalam buku Total Bung Karno karya Roso Daras (2013), diceritakan, karena penyakit itu Ibu Amsi terbaring selama lima hari. Kondisinya tak kunjung pulih setelah itu. Ibu Amsi kemudian meninggal pada 12 Oktober 1935, pada usia 78 tahun.

Masih menurut Roso Daras, proses pemakaman Ibu Amsi tidak berjalan mulus. Pemerintah Kolonial enggan memberikan bantuan bahkan melarang dimakamkan di dalam Kota Ende.

Bung Karno bersama warga sekitar akhirnya menggotong jenazah naik ke atas bukit, di tengah hutan menguburkan Ibu Amsi di lokasi yang dikehendaki Pemerintah Kolonial. Tulis Roso Daras, Bung Karno sendiri yang turun ke dasar lahat menerima jenazah mertuanya dan ia juga yang memahat nisan makam. Bung Besar diceritakan amat mencintai mertuanya itu.

Bukti cinta dan rasa hormat Bung Karno dikisahkan pula oleh pembantunya bernama Riwu Ga. Dalam Kako Lami Angalai: Riwu Ga 14 Tahun Mengawal Bung Karno, kala hendak meninggalkan Ende menuju Bengkulen (sekarang Bengkulu), Riwu Ga diminta Bung Karno membersihkan makam ibu Amsi. Bung Karno kemudian melakukan ziarah ke makam sebelum menuju Bengkulen.

Lebih jauh lagi, menurut cerita yang turun-temurun dari warga di sekitar lokasi makam, kala mengunjungi Ende sebagai seorang presiden, Bung Karno selalu melakukan ziarah di makam ibu Amsi.

Namun, kecintaan Bung Karno nampaknya tidak satu nafas dengan Pemerintah Kabupaten Ende. Makam ibu Amsi tidak terurus layaknya makam seorang pejuang.

Dikunjungi media ini (16/08/21), kondisi makam terlihat mengenaskan. Rumput-rumput liar mengelilingi makam dan sampah bertebaran.

Rumput liar di sekitar makam ibu Amsi
Rumput liar di sekitar makam ibu Amsi (16/08/21)

Rehan, salah satu warga di sekitar makam mengatakan, aparat Pemda Ende tidak pernah melakukan kerja bhakti di makam ibu Amsi. Praktis hanya warga sekitar. Terakhir kali kerja bhakti dilakukan sekitar 4 bulan lalu, sebutnya.

Pada malam hari makam ibu Amsi gelap gulita tanpa penerangan. Lampu yang ada telah rusak beberapa tahun lalu dan tidak diperbaiki hingga kini.

Makam ibu Amsi tanpa penerangan. Lampu makam telah rusak (16/08/21)
Makam ibu Amsi tanpa penerangan. Lampu makam telah rusak (16/08/21)

Ende News kemudian menemui Gasim Ismail Launus, ketua RT 01/RW 04, Kerara, Kelurahan Rukun Lima. Sama seperti Rehan, Gasim juga menyesalkan kondisi makam ibu Amsi sekarang ini.

Tutur Gasim, sejak tahun 1935, makam ibu Amsi telah direnovasi sebanyak 3 kali. Renovasi pertama kali dimotori oleh salah satu anak Bung Karno saat mengunjungi Ende. Gasim sendiri lupa tahun dilakukan renovasi dan hanya mengingat ketika itu ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.  Renovasi pertama membenahi dinding kuburan, sebutnya.

Renovasi kedua dilakukan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat pada 2012. Renovasi ini mengerjakan atap kuburan dan memasang lampu. Lalu renovasi ketiga dilakukan pada 4 tahun lalu. Renovasi ketiga merupakan usulan masyarakan kepada Pemda Ende untuk membangun pagar.

Terkait kondisinya yang mengenaskan, kata Gasim, hal itu disebabkan tidak adanya penjaga di makam ibu Amsi. Seharusnya, lanjut dia, sebagai salah satu aset sejarah milik Ende, Pemda mestinya menyiapkan penjaga. Hal itu telah diusulkan sejak lama namun belum mendapat jawaban hingga saat ini. (Agustinus Rae/EN)