Neni, Pemilik Rumah Kopi, Pernah Ekspor 5 Ton Kopi ke Polandia

Avatar photo
Florensia Reni Kumalasari (Neni) di cafe "Rumah Kopi" miliknya (17/09/21)
Florensia Reni Kumalasari (Neni) di cafe "Rumah Kopi" miliknya (17/09/21)

Geliat ekonomi kreatif di Kota Ende sedang mekar-mekarnya. Salah satu usaha yang kini marak adalah café. Bagi warga Kota Ende, sekarang ini, mudah saja menemukan tempat ngopi dengan beragam proses dan aneka rasa.

Geliatnya, jika ditelusuri lebih dalam, ternyata tidak sebatas di Ende atau regional Nusa Tenggara Timur, melainkan telah menjangkau pasar di luar negeri. Siapa nyana, bidang usaha yang terlihat biasa-biasa saja justru memiliki daya pikat hingga manca negara.

Florensia Reni Kumalasari, akrab disapa Neni, bercerita bahwa dia pernah mengekspor 5 ton kopi ke Polandia. Neni adalah pemilik café “Rumah Kopi” yang terletak di Jalan Garuda, Kota Ende.

Pada tahun 2019, ia dihubungi dan diperkenalkan dengan seorang warga Polandia. Neni diminta memenuhi permintaan 5 ton kopi dari Flores.

“Saya punya bos (dulu) orang Polandia. Dia kenalkan saya dengan temannya, orang Polandia juga, dan dia mau ngambil banyak. 5 ton (kopi),” cerita Neni (17/09/21).

Neni kemudian mulai bekerja memenuhi pesanan. Proses mengumpulkan dilakukan di satu lahan kopi dan dia sendiri turun langsung mengecek kualitas. “Saya ambil dari satu lahan perkebunan dan itu memang sangat-sangat menguras tenaga,” tuturnya.

Apalagi kopi yang diminta jenis arabica yang grade 1. Maksud dari grade 1, jelas Neni, adalah kopi berkualitas dengan total kerusakan tidak lebih dari 5 persen. “Selain itu, ukurannya pun harus sama,” sambungnya.

Setelah bekerja selama dua minggu Neni akhirnya berhasil memenuhi permintaan.

Dahulu Tak Mengerti Kopi

Neni terlihat menikmati bisnis kopi yang tengah ia geluti. Lebih dari itu ia juga amat menguasai dunia kopi dari bibit, tanam, panen, hingga proses pengolahan.

Cerita Neni, dulunya dia tidak mengerti apa-apa tentang kopi. Sebelum menekuni bisnis ini Neni bekerja di Bali. Dia dipercayakan temannya mengurus Villa.

“Awal bekerja sebagai receptionist, terus lama-lama, ya, karena memang saya dilihat menguasai bahasa Inggris, saya diangkat sebagai manager”.

“Saya urus homestay yang lumayan besar di Sanur dengan 5 Villa,” lanjutnya.

Suatu ketika dia dikunjungi tamu dari Jerman. “Itu momen penting dalam hidup”. Lanjut Neni, si turis bertanya semua hal tentang kopi Flores yang dia sediakan di homestay. Neni tentu saja tidak bisa menjawab apa-apa. Si turis lalu berpesan agar dia mempelajarinya.

“Antara malu dan kepikiran. Dari situ saya kembali ke Bajawa”. Niatnya menguasai apapun mengenai kopi. Neni sering bolak-balik Bali-Bajawa setelah itu.

Di Bajawa Neni mengikuti alur kopi pada masa panen. Karena butuh waktu maka ia menginap di rumah warga. “Saya mencatat dari pagi sampai malam, mama (petani kopi) ini buat apa. Jadi kami ke kebun kopi, cara petiknya seperti apa, saya ikut pikul kopi”.

“Sampai proses pembuatan, honey bagaimana, wine bagaimana, semi wash kayak gimana, saya ikutin semua dan saya catat”.

Niat dan usahanya ternyata berbuah manis. Semua dimulai ketika bisnis perhotelan di Bali sepi akibat pandemi dan dia terpaksa berhenti. Pada saat yang sama, salah satu petani kopi di Bajawa, tempat dia belajar, membutuhkan uang dan hendak menjual lahan. Neni, tak lamban berpikir, dia membeli lahan itu dan dijadikannya kebun kopi.

Pada tahun 2020, merasa telah menguasai dunia kopi, Neni lantas membuka café di Jalan Garuda, Kota Ende, yang dia beri nama “Rumah Kopi”. Perlahan usahanya berkembang dan mulai dikenal orang. Saat ini dia telah menghasilkan brand yang dia beri nama, Watu Ata.

Neni bilang, usahanya sekarang benar-benar bikin betah. Bisnis ini dia nikmati seperti seseorang yang tengah menyeruput kopi.

“Saya urus kopi biarpun hasilnya kecil tapi saya menikmati. Beda dengan dulu, memang penghasilnya besar, tapi yah itu, tidak bisa menikmati”. (ARA/EN)