Ende  

Orangtua di Ende Sudah Saatnya Melek Pendidikan Seksual Anak

Avatar photo
Ilustrasi pendidikan anak
Ilustrasi pendidikan anak

Para orangtua di Kabupaten Ende disarankan mempelajari dan mempraktek pendidikan seksual anak. Hal tersebut mengingat tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak bawah umur di kabupaten tersebut.

Menurut dua pegiat anak, Andhini Saka dan Yunita Victoria Natal (11/10/21), pendidikan seksual anak amat diperlukan mengingat kerentanan anak sebagai korban kekerasan seksual.

Advertisement
iklan
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Kalau kita melihat angka kasus kekerasan seksual anak di Kabupaten Ende, itu kenyataan yang amat memprihatinkan. Kasusnya cukup tinggi, dan tidak berimbang dengan pendidikan seksual anak pada sisi yang lain,” kata Yunita Victoria Natal (11/10).

“Sudah saatnya para orangtua memberikan pendidikan seksual anak sejak dini untuk memproteksi mereka dari kejahatan itu”.

Di tempat yang sama, Andhini Saka memaparkan, merujuk data kekerasan anak di Kabupaten Ende, per 10 Oktober 2020, total terdapat 25 kasus. Dari angka tersebut sebanyak 12 kasus merupakan pelecehan seksual terhadap anak.

Mirisnya lagi, apabila ditilik dari sisi pelaku maka akan ditemukan sebanyak 30 persen pelaku merupakan keluarga korban, 60 persen adalah kenalan atau teman, sementara sisanya 10 persen merupakan orang asing.

Karena itu, kata kedua perempuan lulusan S2 Psikologi tersebut, melihat pelaku kekerasan seksual anak merupakan orang-orang terdekat korban, maka proteksi terhadap anak amat diperlukan. Proteksi bisa dilakukan dengan pendampingan namun lebih efektif apabila anak diberikan pengetahuan mengenai pendidikan seksual.

Pendidikan seksual anak tidak melulu berbicara mengenai organ vital semata, tegas keduanya, tetapi lebih dari itu memberikan pemahaman tentang apa saja bagian tubuh yang boleh disentuh dan cara menghindari kemungkinan pelecehan seksual.

Sebut Yunita Natal, mayoritas anak-anak yang menjadi korban pelecehan sebenarnya tidak pernah mengetahui bahwa ia telah dilecehkan. Anak, cenderung menerima saja semua perlakuan terhadapnya tanpa bisa memahami apa yang sedang terjadi.

Tentu akan berbeda kejadiannya apabila mereka telah diberi pengetahuan dan cara menghindari. Edukasi diberikan agar anak-anak mampu memahami batasan perlakuan seseorang terhadap mereka.

Pendidikan seksual bukanlah materi yang berat bagi anak-anak. Materi pendidikan seksual dapat diberikan dengan cara-cara yang ringan atau mudah dipahami. “Kita bisa menjelaskan sambil bermain atau bisa juga memasukan pengetahuan itu melalui lagu”.

Keduanya juga membagikan pengalaman mereka saat memberikan pendidikan seksual terhadap anak. Kata Andhini dan Yunita, bagian terpenting dalam proses edukasi tersebut adalah pemberi materi harus masuk ke dalam dunia anak-anak. Berbeda dengan sekolah formal, pendidikan seksual anak diberikan sambil bermain dengan anak-anak.

Mengenai kendala, keduanya lebih melihat aspek kultural atau budaya sebagai tantangan edukasi tersebut. Pendidikan seksual anak masih dilihat sebagai hal yang tabu bagi masyarakat di Kabupaten Ende.  (ARA/EN)