Ende  

Pemkab Ende Akan Batasi Upacara Adat Hingga Pukul 24.00 Wita, Mayoritas Fraksi DPRD Tanpa Sikap

Avatar photo
Bupati Ende Djafar Achmad

Pemerintah Kabupaten Ende berencana akan membatasi waktu bagi Upacara Adat hingga pukul 24.00 Wita, rencana pembatasan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Ketertiban Umum, Ketentraman masyarakat dan Perlindungan Masyarakat.

Terkait rencana pembatasan tersebut mayoritas fraksi di DPRD Ende tanpa sikap atau pernyataan tegas terhadap pemerintah. Dari seluruh fraksi di DPRD Ende hanya terdapat satu fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat yang secara gamblang menyoroti hal tersebut dalam pandangan fraksinya.

Pandangan masing-masing fraksi terkait Ranperda tersebut dibacakan dalam Sidang Paripurna di gedung dewan, Selasa (6/6/23).

Dalam sidang penyampaian pandangan fraksi hanya terdapat satu fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat yang secara tegas menolak rencana pemerintah tersebut.

“Pasal 85, Fraksi Demokrat meminta pemerintah agar mengkaji kembali terkait dengan larangan untuk pesta adat minuman beralkohol dan penyelenggaraan pesta adat dengan batas waktu sampai pukul 24.00 Wita,” ujar Mahmud Djega saat membacakan pandangan Fraksi Demokrat (6/6).

Sorotan Fraksi Partai Demokrat menanggapi Pasal 85 Ranperda Ketertiban Umum, Ketentraman masyarakat dan Perlindungan Masyarakat yang secara tegas membatasi waktu pelaksanaan upacara adat. Pasal 85 Ayat 4, Ranperda tersebut berbunyi:

Ayat (4) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta adat, pesta pernikahan, acara kenduri dan atau pesta lainnya dilarang:

a. menyediakan/menjual dan atau mengkonsumsi minuman beralkohol dan minuman oplosan lainnya disekitar tempat pesta;

b. menyelenggarakan pesta atau acara nikah, pesta adat, kenduri atau pesta lainnya berlaku jam malam dengan batas waktu pukul 24.00 wita malam;

Fraksi Partai Demokrat menolak adanya pasal itu sebab upacara adat bukan kewenangan yang dapat diatur oleh pemerintah. Disampaikan Mahmud Djega (7/6), membatasi upacara adat hingga pukul 24.00 Wita melampuai kewenangan pemerintah dan merupakan tindakan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat adat.

Selain Fraksi Partai Demokrat, terdapat pula fraksi lain yang membacakan pandangan masing-masing terkait Ranperda, namun terkesan tanpa sikap bahkan ada yang tidak menyorotinya sama sekali.

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan misalnya, sebatas memberi isyarat kepada pemerintah agar menghargai dan mengayomi adat. Dalam pandangan Fraksi PDI Perjuangan yang diterima media ini, tanggapan fraksi partai berlambang banteng ini tidak menyoroti langsung Pasal tersebut dan terkesan sebatas memberi isyarat penolakkan.

“Memperhatikan Kabupaten Ende adalah kabupaten yang kaya akan budaya dan kearifan lokal yang masih hidup dan berkembang, maka fraksi meminta penjelasan pemerintah bagaimana upaya pemerintah menjawabi pelestarian nilai-nilai budaya dan kearifan lokal ini sehingga tidak terjadi benturan dan tidak melahirkan masalah baru antara pemerintah dan masyarakat adat? Sejauh manakah pemerintah mengayomi, melindungi, memenuhi dan memajukan nilai-nilai kearifan lokal yang disajikan dalam isi ranperda tersebut?” tulis Fraksi PDI Perjuangan dalam pandangan fraksinya.

Di sisi lain, pemerintah sebagai pihak yang mengajukan Ranperda tersebut belum dapat dikonfirmasi hingga saat ini.

Kepala Satpol PP Ende, Eman Taji yang dihubungi media ini (7/6), belum memberikan tanggapan terkait Ranperda yang akan menjadi payung hukum Pol PP tersebut. Eman mengatakan saat ini dirinya masih dalam perjalanan dari luar kota menuju Ende. Sedangkan pihak terkait lainnya yakni Bagian Hukum Setda Ende, sebagai perancang Ranperda, juga belum memberikan tanggapan.

Untuk diketahui, pembahasan Ranperda Ketertiban Umum, Ketentraman masyarakat dan Perlindungan Masyarakat masih berlangsung di DPRD Ende untuk kemudian ditetapkan sebagai Perda. (ARA/EN)