Ende  

Polres Ende Buka Peluang Tetapkan Tersangka Baru Kasus Pengadaan 6 Ambulance Dinkes

Avatar photo
Kapolres Ende AKBP Andre Librian memberikan keterangan pers penangkapan tersangka kasus pengadaan Ambulance Dinas Kesehatan Kabupaten Ende (1/6/23)
Kapolres Ende AKBP Andre Librian memberikan keterangan pers penangkapan tersangka kasus pengadaan Ambulance Dinas Kesehatan Kabupaten Ende (1/6/23)

Kepolisian Resort Kabupaten Ende menyatakan terbuka peluang menetapkan tersangka baru dalam kasus pengadaan 6 unit mobil ambulance Puskemas Keliling (Pusling), Dinas Kesehatan Kabupaten Ende Tahun Anggaran 2019. Penuturan Kapolres Ende AKBP Andre Librian (1/6/23), peluang menetapkan tersangka baru dimungkinkan melihat keterkaitan antara pihak-pihak dalam kasus tersebut.

Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Kamis, 1 Juni 2023, Kapolres AKBP Andre Librian menyatakan sejauh ini pihaknya telah menangkap 1 orang tersangka berinisial DP.  Tersangka DP merupakan direktur PT Panca Putra Sundir selaku pemenang tender dalam proyek pengadaan tersebut.

Penyidikan kasus tersebut pun terus didalami oleh Kepolisian dan dari alat bukti yang ditemukan, terbuka peluang adanya tersangka baru dalam kasus ini, kata Kapolres Andre Librian.

“Kemungkinan besar ada tersangka lain,” tuturnya (1/6).

Peluang menetapkan tersangka baru dimungkinkan melihat rangkaian peristiwa dalam kasus ini yang memiliki keterkaitan antar pihak-pihak. Kapolres Librian mencontohkan, kerugian negara dalam kasus ini dapat terjadi karena pihak penerima menerima penyerahan 6 unit ambulance dari pemenang tender padahal pemenang tender belum melengkapi seluruh persyaratan sesuai perjanjian.

Seharusnya, kata dia, saat penyerahan itu terjadi pihak penerima tidak menerima barang dari pemenang tender karena belum melengkapi seluruh persyaratan sesuai perjanjian. Pihak penerima semestinya menolak dan meminta pemenang tender melengkapi persyaratan.

“Karena ada kaitannya bahwasannya ada hal-hal yang membuat terjadinya kerugian negara. Artinya, seandainya pihak penerima pekerjaan ini benar-benar memperhatikan syarat ketentuannya sesuai dengan kontrak, harusnya pihak penerima tidak menerima ini dengan kondisi kurang,” tuturnya.

Merujuk pada perjanjian, sambung Andre Librian, pembelian barang dilakukan secara on the road (OTR).  Harga OTR merupakan harga kendaraan secara keseluruhan ditambah dengan biaya kelengkapan seperti surat-surat kepemilikan yakni BPKP dan STNK.

“Kan membeli dengan perjanjian on the road, kalau on the road-kan berarti beserta STNK dan BPKB,” sambung AKBP Andre Librian.

Namun, yang terjadi dalam kasus ini justru sebaliknya, 6 unit ambulance tetap diterima dari pemenang tender kendati pun pemenang tender belum melengkapi surat-surat seperti STNK dan BPKB. Akibatnya negara mengalami kerugian dan selain itu 6 unit ambulance yang telah diterima tidak dapat dicatatkan sebagai aset daerah karena tidak memiliki surat-surat.

Sebelumnya, diberitakan media ini, kasus bermula ketika Dinas Kesehatan melakukan tender pengadaan 6 unit mobil ambulance Pusling jenis double gardan Tahun Anggaran 2019. Dari 6 unit tersebut, 5 unit dianggarkan melalui Dana Alokasi Khusus sementara 1 unit sisanya dianggarkan dari Dana Alokasi Umum atau DAU. Total anggaran tender untuk pengadaan 6 unit mobil Pusling tersebut bernilai sekitar Rp 3 Miliar.

Dalam perjalanannya, ketika dua paket pekerjaan tersebut belum diselesaikan oleh pemenang tender, pihak pemerintah telah mencairkan anggaran kepada pemenang tender sebesar 100 persen. Anggaran yang telah dibayarkan 100 persen itu ternyata tidak digunakan pemenang tender untuk melunasi pembayaran terhadap showroom mobil. Akibatnya pihak showroom mobil menahan surat-surat kendaraan.

Tersangka DP melakukan perbuatannya akibat terlilit hutang sehingga anggaran pengadaan tidak dibayarkan sepenuhnya kepada pihak showroom mobil. Kerugian negara yang diakibatkan perbuatan pelaku diperkirakan mencapai Rp 444 juta.

Atas perbuatannya tersangka DP terancam pidana sesuai Pasal 2 Ayat (1) Subs Pasal 3, jo Pasal 18 Ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (ARA/EN)