Ende  

Refleksi 150 Tahun Kongregasi BHK : One Heart, One Spirit, One Mission, Duc in Altum

Avatar photo
Oleh Fr . M. Yohanes Berchmans, Bhk – Ka SMPK Frateran Ndao-Ende
Oleh Fr . M. Yohanes Berchmans, Bhk – Ka SMPK Frateran Ndao-Ende

“Hidup yang tidak pernah direfleksikan, tidak layak untuk dihidupi” 

Ungkapan Socrates di atas rasa-rasanya tepat untuk direnungkan, untuk mulai merefleksi perayaan Yubileum 150 tahun kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, yang jatuh pada hari Minggu tanggal 13 Agustus 2023.

Eksistensi Kongregasi yang hingga memasuki 150 tahun, tentunya bukanlah perjalanan singkat, melainkan sebuah peziarahan yang panjang. Dan jika hari ini kongregasi masih eksis dan berdiri kokoh kuat, itu karena kuasa Allah, itu karena Allah mencintai kongregasi.

Advertisement
dpd ri
Scroll kebawah untuk lihat konten

Namun, yang perlu diingat kongregasi bukan hanya dalam arti gedung, tetapi manusia frater. Jadi, Allah mencintai kongregasi frater Bunda Hati Kudus, berarti sama dengan mencintai para frater anggota kongregasi. Itu artinya kongregasi dan para frater adalah satu. Mengapa? Sebab, bila kongregasi masih berdiri hingga saat ini, itu lantaran ada para frater anggota kongregasi. Dan andaikan para frater sebagai anggota kongregasi tidak ada, maka tidak mungkin kongregasi masih berdiri kokoh kuat hingga saat ini.

Namun, pertanyaannya adalah apakah para frater sebagai anggota kongregasi hanya sekedar ada (exiting) saja, ataukah ada dan hidup bersama (living together). Yang diharapkan dari setiap kita para frater adalah kita ada dan hidup bersama (living together). Tetapi di dalam hidup bersama itu, setiap kita para frater harus bisa menampilkan diri yang berkualitas, dan yang bermakna, melalui penyerahan atau pemberian diri. kepada kongregasi.

Oleh karena itu, ada baiknya kita merenungkan tema yubileum 150 tahun kongregasi, yakni “ one heart, one spirit, one mission, duc in altum”. Hemat saya, tema yang memiliki makna mendalam ini berkaitan dengan spiritualitas hati, berkaitan dengan semangat kongregasi, juga berkaitan dengan misi perutusan kongregasi dengan segala kekuatan, tantangan, tetapi juga peluang, yang terintegrasi dalam frasa duc in altum (bertolak ke tempat yang lebih dalam).

Berbicara tentang spiritualitas hati, tentunya bukanlah perkara yang mudah dalam menginternalisasikannya. Mengapa? Karena berbicara mengenai spiritualitas hati, bukanlah soal narasi, melainkan soal aksi. Pada tataran aksi inilah yang biasanya menjadi dilematis dan sulit. Demikian pula dengan semangat kongregasi, yakni: cinta kasih, ketaatan, ingkar diri, kesederhanaan, dan suka bekerja. Kelima semangat ini pun sangat mudah untuk diucapkan, tetapi sangat sulit untuk di hayati.

Dibutuhkan suatu perjuangan yang tidak mudah, untuk bisa menghidupinya. Juga berkaitan dengan misi kongregasi, yakni mewujudkan kerajaan Allah di tengah dunia, dengan membaktikan diri secara total kepada Allah, melalui pendidikan kaum muda sesuai semangat dasar pendiri. Terkait dengan dunia pendidikan kaum muda saati ini, juga mengalami tantangan yang berat. Sebab, tuntutanya dan regulasi tidak mudah.

Oleh karena itu, dituntut kesiapan SDM para frater, yang memenuhi kelayakan. Artinya jubah putih saja tidak cukup untuk menjadikan seorang frater menjadi pendidik atau pemimpin di sekolah. Jadi, walaupun para frater adalah pemilik satuan pendidikkan, namun tidak serta merta bisa menjadi guru atau menjadi kepala sekolah, melainkan para frater harus memenuhi kualifikasi serta memiliki sertifikat pendidik dan sertifikat guru penggerak.

Jika tidak memiliki keduanya itu, maka siap siap menjadi “penonton” di sekolahnya sendiri. Jadi, dunia pendidikan dewasa ini mengalami tantangan yang cukup berat. Dan untuk menjawabi tantangan itu, maka one Heart (Satu Hati), One Spirit (Satu Semangat), One Mission (Satu Misi), duc in altum (bertolak ke tempat yang lebih dalam) adalah solusinya.

One Heart (Satu Hati)

Pertanyaannya adalah apakah mungkin setiap frater dengan yang memiliki kepribadian dan karakter yang berbeda beda dapat memiliki satu hati? Jawabannya sangat mungkin kalau diintegrasikan dalam menghidupi spiritualitas hati yang sama. Jadi, satu hati dalam hal ini adalah satu dalam spiritualitas hati yang satu dan sama.

Apa itu spiritualitas hati? Inilah pandangan Pater Hans Kwamkan, mengenai arti kata ‘Spiritualitas Hati”. Dalam istilah ‘Spiritualitas Hati’, kata ‘hati’ dipakai dalam arti biblis. Dalam Kitab Suci kata ‘hati’ adalah bahasa simbol yang menunjuk kepada seluruh kepribadian seseorang, menurut segi kehidupan batinnya, yang meliputi: hal berpikir, merencanakan, menghendaki, merasa, mencintai.

Oleh karena itu, one heart mengacu kepada spiritualitas hati, yakni hati Yesus dan hati Maria. Dengan demikian hati setiap frater BHK, harus dilebur dalam hati Yesus dan Maria. Dan kalau kita berbicara mengenai “Hati Yesus”, dan Hati Maria, kita menunjuk kepada seluruh diri pribadi Yesus, dan Maria, dengan tekanan pada segi batin-Nya, tetapi bukan hanya pada perasaan cinta atau belas kasihannya.

Juga P. Chevalier menemukan dalam ‘Hati Yesus’ bukan hanya cinta sebagai affeksi, melainkan juga cinta sebagai kekuatan, kesetiaan dan ketaatan (“hati yang mendengarkan”). Demikian juga dengan hati Maria, yang berpaut dan bertaut pada hati Yesus. Itulah pula dengan hati setiap kita para frater, harusnya juga selalu berpat dan bertaut pada hati Yesus dan hati Maria. Oleh karena itu, hati yang bermacam macam dari setiap kita para frater harus di integrasikan dalam spiritualitas Hati, yang adalah hati Yesus dan hati Maria.

Itulah makna dari one heart (satu hati), bahwa setiap hati kita para frater harus dilebur dalam spiritualitas Hati, yakni Hati Yesus dan Hati Maria, yang lemah lembut dan rendah hati, hati yang berbelas kasih (be compassionate). Dalam istilah “Spiritualitas Hati”, kata ‘Spiritualitas’ tidak kurang penting. Kata itu menunjuk kepada kata “Spiritus” atau Roh, yaitu Roh Kudus.

Spiritualitas Hati dapat digambarkan sebagai “the Way of the Heart, according to the Spirit”: cara hidup menurut hati, yang dibimbing/digerakkan oleh Roh. Tantangan utama dalam Spiritualitas Hati ialah bagaimana mensinkronkan “Hati’ dan ‘Roh’. Untuk itu, perlunya yang namanya “discernment”: membeda-bedakan roh-roh, untuk menemukan ke arah mana Roh Kudus hendak menggerakkan kita. Roh Kudus berkata-kata dan membimbing melalui “suara hati yang memihak pada hati nurani.”

Akhirnya one heart (Satu Hati) mau mengajak dan menuntut kita setiap frater agar hati masing masing kita, untuk harus selalu berpaut dan bertaut pada satu hati yang sama, yakni Hati Yesus yang juga adalah Hati Maria. Dan dalam melaksanakan hidup dan karya pelayanan kita, hendaknya digerakan oleh Spiritualitas Hati, yakni Hati yang digerakan oleh Roh.

Dengan demikian, hidup kita para frater, boleh disebut sebagai sebuah consecratio, missio dan communio (bdk.konstitusi psl 6), yang berlandaskan pada Servite Et Amate (Melayani dengan Hati, Cinta).

One Spirit (Satu Semangat)

Kongregasi para frater BHK, sejak awal berdirinya telah meletakan dasar semangat hidup seorang frater sebagai daya dorong atau daya pengerak yang menggerakan seluruh daya atau potensi atau kompetensi dan inti kehidupan. Semangat dasar kongregasi, itu ialah: cinta kasih, ketaatan, ingkar diri, kesederhanaan dan suka bekerja.

Semangat ini, merupakan tanda pengenal, sekaligus menjadi ciri khas kongregasi. Itu artinya setiap frater BHK, harus bisa menghidupi semangat dasar ini, sehingga semangat pribadi harus diintegrasikan atau dileburkan dalam semangat kongregasi, yakni cinta kasih, ketaatan, ingkar diri, kesederhanaan dan suka bekerja (konstitusi pasal 69).

Dengan demikian, one Spirit (Satu Semangat), menuntut dan mengajak kita para frater, untuk bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak dalam satu semangat dalam menghayati atau menghidupi semangat dasar kongregasi itu, yakni cinta kasih, ketaatan, ingkar diri, kesederhanaan dan suka bekerja.

Pertama, Cinta kasih, yang merupakan hukum pertama dan utama (hukum kasih). Dalam penghayatannya, setiap frater hendaknya menggunakan kacamata cinta, bukan kacamata kuda. Dengan semangat cinta kasih, atau kacamata cinta, maka yang buruk, jelek pada diri setiap frater akan menjadi indah atau Amor Omnia Vincet (Cinta mengalahkan segalanya: keburukan, kebencian, permusuhan, dendam, kedengkian, kejelekan).

Sebaliknya, jika kita mengenakan kacamata kuda, maka hal hal yang baik, positif pada diri konfrater kita, akan menjadi buruk, jelek semuannya (bdk.kons.psl 70). Ketaatan: ketaatan dewasa ini, menjadi sangat sulit untuk dihidupi, atau dihayati karena setiap kita para frater dapat berargumen atas nama kebebasan dan dialog. Sehingga ketaatan yang sesungguhnya cerminan kerendahan hati, menjadi abu abu.

Padahal Yesus telah menunjukan sikap taatNya kepada kehendak Bapa Nya. Dialog memang penting, namun pada akhirnya, seperti Yesus, yang berdoa: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada- Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”

Jadi, dialog boleh-boleh saja, tetapi pada akhirnya harus dengan rendah hati seperti Yesus (bdk.kons. pasal 71) Ingkar diri: menuntut kita para frater untuk tidak menjadikan diri kita sebagai pusat perhatian, menjadikan diri kita egiois, melainkan kita harus menunjukan sifat altruistis. Ingkar diri bisa berarti “mematikan diri”, menyalibkan kecenderungan: keinginan daging, menyangkal diri, dalam mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus, untuk kebaikan dan keselamatan sesama (bdk.kons. pasal 72).

Kedua, Kesederhanaan. Kesederhanaan menuntut kita para frater untuk selalu rendah hati. Seperti bunda hati kudus yang memiliki sikap hati yang sederhana dan bersahaja. Dan juga pendiri kita, Mgr Andreas Ignasius Schaepman melalui mottonya: In Sollicitudine Et Simplicitate, yang berarti: dalam keprihatinan dan kesederhanaan.

Maka setiap frater BHK harus bisa menghayati motto Sang pendiri, dalam cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur katan dan cara bertindak (bdk.kons. pasal 73). Suka bekerja: Suka bekerja disini adalah kerja cerdas, kerja cepat dan kerja sehat. Suka bekerja tidak berarti maniak dalam bekerja.

Dengan demikian, tidak boleh mengganti doa dengan tenggelam dalam kerja. Sebab, kecenderungan kita, kita forsir bekerja sampai capek, yang ujung ujungnya tidak berdoa, tidak berekaristi. Jika seperti itu, berarti kerja yang tidak sehat, kerja yang tidak cerdas. Jadi, jangan menggantikan doa, ekaristi dengan tenggelam dalam bekerja.

Juga jangan hanya tekun dan khusuk dalam doa, ibadat, dan ekaristi, melainkan juga harus tekun, rajin bekerja secara sehat dan cerdas. Ingat, bekerja adalah sebuah ibadah. Oleh karena itu, bekerjalah dengan hati (bdk.kons.pasal 75).

One Mission (Satu Misi)

One mission (satu misi) tentunya mengacu pada misi kongregasi frater BHK, yakni mewujudkan Kerajaan Allah di tengah dunia dengan membaktikan diri secara total kepada Allah melalui pendidikan kaum muda sesuai semangat dasar pendiri. Dan tentunya setiap frater pasti memiliki misi pribadi, namun misi pribadi itu harus diintegrasikan atau dilebur dalam misi kongregasi.

Dengan demikian, kita hanya memiliki satu misi, yakni misi kongregasi: mendidik kaum muda melalui pendidikan formal. Dan jika direnungkan sesungguhnya misi kongregasi sesungguhnya adalah mengambil bagian dalam misi perutusan Yesus, yakni menghadirkan atau menciptakan kerejaan Allah di dunia, melalui dunia pendidikan.

Itu artinya melalui karya pendidikkan: para frater, para guru, karyawan, harus bisa menghadirkan atau menciptakan kerajaan Allah di satuan pendidikan, melalui pembelajaran yang menyenangkan, melalui pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pembelajaran harus bisa menjawabi kebutuhan peserta didik. Selain itu, juga para pendidik harus bahagia, harus sejahtera lahir dan batin, dengan menciptakan iklim kerja yang kondusif.

Para guru, harus bisa membuat peserta didik nyaman saat pembelajaran, juga harus membelajarkan peserta didik dari perbendaharaan pengetahuannya. Sebab, “tak seorangpun memberi apa yang ia sendiri tak punyai” atau “Nemo Dat Quod Non Habet”. Selain itu, para pendididik dan tendik, juga harus dapat menghadirkan atau menciptakan kerajaan Allah, melalui cara hidup, cara bersiikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindak yang baik dan menyenangkan alias melalui teladan hidup.

Ada ungkapan latin, “verba movent exempla trahunt”, yang artinya kata-kata memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati. Atau ”Verba docent, exempla trahunt”, yang artinya kata kata yang mengajar, tindakan yang memberi teladan. Akhirnya, dengan satu misi, maka kita semua para frater harus memfokuskan diri pada pencapaian misi kongregasi tersebut.

Dan oleh karena misi kongregasi adalah pendidikkan kaum muda, maka kita harus mengelolanya dengan baik agar berkualitas. Dengan demikian, tidak hanya dapat mewujudkan misi, melainkan mewujudkan misi yang berkualitas.

Duc In Altum (bertolaklah ke tempat yang lebih dalam)

Ungkapan diatas adalah perintah Yesus kepada Simon Petrus, pemilik perahu untuk: ”bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jala untuk menangkap ikan.” Simon menjawab: ”Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Inilah buah dari ketaatan Simon atas perintah Yesus.

Bahwa perintah Yesus kepada Simon, bukanlah perintah kosong, melainkan sebuah ajakan atau perintah untuk tidak berhenti pada satu situasi, melainkan berani terus melangkah, apa pun risikonya. Simon berkata: “ Tetapi karna Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga “. Inilah ungkapan ketaatan Simon, yang memperlihatkan penyertaan Yesus didalamnya. Pergi ke tempat yang dalam dengan penyertaan Yesus seperti Simon, kitapun akan menghasilkan banyak berkat.

Duc In Altum (bertolaklah ke tempat yang dalam), bisa di maknai sebagai sebuah tantangan atau ancaman (threats), sekaligus peluang, kesempatan (opportunities). Namun, walau demikian, kuasa dan penyertaan Tuhan menjadi sangat penting. Bisa dibayangkan Simon seorang nelayan yang profesional, bekerja keras semalaman untuk menangkap ikan, namun hasilnya nihil. Dan hal yang tidak lazim menangkap ikan di pagi/siang hari, tetapi justru menangkap banyak ikan.

Disinilah peran dan kuasa Tuhan bekerja. Bahwa tanpa bantuan Tuhan tidak mungkin Simon dapat menangkap ikan yang banyak. Tetapi harus diingat bahwa ikan yang banyak ditangkap itu, ada di tempat yang dalam, yang penuh tantangan atau ancaman yang berat, namun membawa berkat, karena peran Tuhan. Dari sini kita belajar, bahwa sehebat, sepintar, seprofesional apapun kita, kalau tanpa campur tangan Tuhan, usaha kita akan sia-sia belaka.

Juga dari sini kita belajar bahwa tantangan atau ancaman yang sulit, berat, bisa dijadikan peluang atau kesempatan untuk bisa meraih kesuksesan. Ibaratnya, bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian. Atau “Per aspera ad astra”, yang berarti “menuju bintang melalui jerih payah.”

“Jika anda ingin berjalan lebih cepat, berjalanlah sendirian; namun, jika anda ingin berjalan lebih jauh, berjalanlah bersama orang lain,” pepatah Ubuntu, Afrika, kiranya mampu merefleksi tema yubileum 150 tahun kongregasi para Frater Bunda Hati Kudus (BHK): One Heart, One Spirit, One Mission, Duc In Altum.

Kendati pada saat sama kita menemukan bahwa visi Satu Hati, Satu Semangat, Satu Misi, bukanlah sesuatu yang mudah dihayati dalam satu tarikan nafas. Mengapa? Sebab, setiap frater memiliki hati yang bermacam macam, setiap frater memiliki semangat yang berbeda beda, setiap frater juga memiliki misi-misi pribadi. Dan untuk mengintegrasikan atau meleburnya menjadi satu dengan tarekat, tidaklah mudah, maka perlu proses dan waktu, untuk melepaskan ke-aku-an atau ke-ego-an kita para frater.

Syukurlah kita sama-sama tahu bahwa untuk melepas ke-aku-an ku dibutuhkan spiritual hati. Suatu spiritual yang memampukan setiap orang bertolak lebih dalam secara bersama-sama. Spiritualitas hati mendorong setiap frater untuk menggunakan hati yang digerakan oleh Roh Kudus. Spiritualitas hati mengajak kita untuk dalam hidup bersama, dalam hidup karya atau apostolat, kita bergerak, tergerak dan menggerakan sesama dengan hati yang dibimbing oleh Roh Kudus. Satu semangat mengajak kita para frater untuk memiliki militansi dan etos, dalam menjalani hidup dan karya kerasulan yang dipercayakan kepada kita masing-masing.

Semangat cinta kasih, ketaatan, ingkar diri, kesederhanaan dan suka bekerja, sedapat mungkin harus terpatri dan terinternalisasi dalam hidup kita para frater BHK. Demikian pula dengan satu misi, mengajak

kita untuk menyadari bahwa misi tarekat adalah mengambil bagian dalam misi perutusan Yesus, yakni menghadirkan kerajaan Allah melalui pendidik kaum muda. Oleh karena itu, setiap frater harus menyadari bahwa dirinya adalah rekan atau mitra kerja Yesus dalam menghadirkan atau menciptakan kerajaan Allah di dunia melalui pendidikan.

Duc in altum menuntut, mendorong dan mengajak kita untuk keluar, melepaskan diri zona kenyamanan kita. Setiap frater harus bisa berubah dalam mindset, dari cara berpikir yang mikro ke yang makro atau visioner.duc in altum menuntut kita untuk berani melangkah membawa kongregasi ke tempat yang dalam, berupa: melebarkan sayap, membuka karya baru, walau banyak resiko. Tetapi, ingat harus yakin akan penyertaan Tuhan.

Akhirnya, one heart, one spirit, one mission, duc in altum, hanya bisa terwujud dengan baik, kalau kita para frater memiliki komitmen dan keyakinan, untuk bergerak bersama sama dan bersama sama bergerak demi kebaikan bersama (bonum commune). Ingat, peziarahan kita dan kongregasi kita masih sangat panjang, maka kita perlu berkolaborasi, perlu melangkah bersama sama dan bersama sama melangkah menuju tanah terjanji, tanah air surgawi.

Mari, jadikan pepatah ubuntu, Afrika, diatas dapat menginspirasi kita. Selamat merefleksi!

Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk