Soal Kepres Ende Kota Lahir Pancasila, Begini Tanggapan Mahfud MD

Avatar photo
(Dari kiri) Andreas Hugo Parera, Mahfud MD, Bupati Ende Djafar Achmad, dan Wakil Gubernur NTT Yosef Naisoi di Taman Renungan Bung Karno, Kota Ende, usai Upacara Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2023.
(Dari kiri) Andreas Hugo Parera, Mahfud MD, Bupati Ende Djafar Achmad, dan Wakil Gubernur NTT Yosef Naisoi di Taman Renungan Bung Karno, Kota Ende, usai Upacara Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2023.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan atas permintaan masyarakat Ende untuk menetapkan daerah tersebut sebagai Kota Lahir Pancasila dalam sebuah Keputusan Presiden (Kepres).

Menurut Mahfud MD menuangkan sejarah Ende sebagai Kota Lahir Pancasila ke dalam sebuah Kepres tidak diperlukan sebab dari sisi historis Kota Ende sudah diakui sebagai rahim dan tempat lahir ideologi Pancasila. Selain itu, tandas Mahfud MD, Kepres mengenai tempat bersejarah akan menimbulkan permintaan-permintaan baru dari daerah lain di Indonesia untuk menetapkan sejarah masing-masing tempat.

“Kalau maunya membuat Kepres bahwa Ende itu Tempat Lahirnya Pancasila itu tidak umum, pak. Kepres tentang tempat, nanti banyak lagi Kepres yang harus dikeluarkan”

“Kepres itu biasanya suatu keputusan, bukan peraturan, suatu keputusan yang bersifat konkrit, individual dan final. Itu obyeknya jelas, namanya jelas, tujuannya jelas. Kalau nyebut Kepres Ende sebagai tempat lahirnya Pancasila, nanti ada orang minta lagi Maguwoharjo di Jogja tempat mendaratnya Bung Karno ketika terbang,” sambungnya.

Tanggapan tersebut disampaikan Mahfud MD dalam dialog dengan masyarakat Ende usai dirinya memimpin upacara Hari Lahir Pancasila di Kota Ende, Kamis (1/6/23). Jawaban itu diutarakannya menanggapi pertanyaan dari masyarakat yang hadir dalam dialog mengenai kemungkinan diterbitkannya Kepres “Ende Kota Lahir Pancasila”.

Menurut Mahfud MD Kepres tidak diperlukan untuk menetapkan Ende sebagai Kota Lahir Pancasila. Jika hal itu terjadi maka nantinya akan menimbulkan banyak permintaan dari daerah lain sebab memiliki juga tempat-tempat bersejarah.

Sebagai contoh, Jakarta sebagai tempat Proklamasi Kemerdekaan tidak pernah ditetapkan dalam sebut Kepres begitu pula dengan Bengkulu sebagai salah satu tempat bersejarah pembuangan Bung Karno.

“Jakarta itu ndak ada Kepresnya itu sebagai tempat Proklamasi Kemerdekaan. Bengkulu tempat pengungsian Bung Karno ndak ada Kepresnya”.

Oleh sebab itu Mahfud menyarankan agar sejarah Ende sebagai Kota Pancasila dikuatkan melalui tulisan, buku-buku dan dokumentasi lain sehingga sejarah tersebut terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Sejarah Ende sebagai Kota Lahir Pancasila telah diakui secara luas dan tak ada yang dapat membantah sejarah tersebut karena tertuang dalam tulisan-tulisan dan pidato Bung Karno, sehingga generasi hari ini memiliki tugas menguatkan memori tersebut.

“Oleh sebab itu kalau sejarah itu ditulis saja isinya. Ditulis saja di sejarah orang tahu dan tidak ada yang membantah, ditulisan-tulisan dan pidato Bung Karno kan sudah nyebut Ende ini dan kita merujuk itu sebagai fakta sejarah”.

“Ende ini tempat bersejarah, penuh kenangan dan harus kita jadikan tempat yang mengingatkan kita bahwa Bung Karno, pendiri Negara Republik Indonesia, pernah di sini,” sambung Mahfud MD.

Namun, kendati Kepres tidak dapat diterbitkan, pemerintah akan menggunakan cara-cara lain untuk menguatkan memori bersejarah tersebut. Penguatan sejarah Ende sebagai Kota Pancasila dapat dilakukan dengan cara-cara lain seperti membangun museum atau diorama perjalanan Bung Karno di Kota Ende.

Mengenai hal tersebut, kata Mahfud, Bupati Ende telah meminta dirinya untuk membangun museum atau monumen lain yang akan menguatkan memori sejarah Kota Ende. Dirinya telah memastikan bahwa permintaan tersebut dapat dilakukan melalui proyek APBN.

“Tadi pak Bupati usul ke saya, bagaimana kalau membangun museum, nah kalau itu bisa. Museum, monumen, taman, deorama perjalanan Bung Karno di sini sampai lahirnya Pancasila. Nah itu proyek di APBN nanti, ndak perlu Kepres,” tutupnya. (ARA/EN)