Angka Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kabupaten Ende mencapai 1.300 orang, atau tertinggi di NTT. Menyikapi persoalan tersebut Dewan Pastoral Paroki (DPP) Santo Yosef Onekore mengajak seluruh umat untuk peduli dan mengambil peran membantu para ODGJ.
Angka 1.300 ODGJ di Ende merupakan data yang dihimpun sejak tahun 2014 dan menjadikan Ende sebagai kabupaten dengan angka ODGJ tertinggi di Nusa Tenggara Timur. Di NTT sendiri tercatat ada sekitar 8.000 orang dengan gangguan jiwa.
Penuturan Pater Advent Saur, ketua Kelompok Kasih Insanis (KKI), komunitas yang konsen mengurusi ODGJ, pendataan ODGJ di Kabupaten Ende telah dilakukan sejak tahun 2014 berbeda dengan kabupaten-kabupaten lain yang baru dimulai sejak tahun 2017.
“Di Ende sekitar 1300-an orang, tertinggi untuk sementara di NTT karena mulai didatakan mulai 2014, sedangkan kabupaten-kabupaten lain mulai didatakan sejak 2017 atau 2019,” papar Advent Saur dalam seminar Mengubah Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODGJ, yang digelar DPP Santo Yosef Onekore, Sabtu (9/9/23).
“Sejak 2014, kita catat dari pertama sampai sekarang, untuk NTT ada sekitar 8.000 orang dengan gangguan jiwa,” tuturnya.
Sementara data ODGJ di wilayah Puskemas Onekore yang menjadi wilayah kerja DPP Santo Yosef Onekore terdapat sekitar 40 orang hingga 50 orang dengan gangguan jiwa. Angka tersebut dikatakannya cukup tinggi dan karena itu memerlukan peran aktif seluruh umat membantu merawat para ODGJ secara manusiawi.
Selama ini, tuturnya, penanganan terhadap ODGJ kerap dilakukan secara tidak manusiawi dan sering menggunakan cara-cara instan yang pada akhirnya menyebabkan orang dengan gangguan jiwa kian tersiksa. Cara-cara instan yang paling sering dilakukan ialah dengan memasung para ODGJ.
Pengertian memasung sebenarnya tidak sebatas mengerangkeng tangan atau kaki, memasung juga biasa dilakukan dengan mengurung para ODGJ di kamar lalu menguncinya dari luar. Kata Pater Advent Saur, 99 persen ODGJ pernah mengalami pemasungan.
“Hampir 99 persen orang dengan gangguan jiwa itu pernah dipasung,” tuturnya. “Kalau seseorang dikurung di kamar lalu dikunci dari luar itu disebut pasung, menurut undang-undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa,” sambung dia.
Penanganan terhadap ODGJ di Paroki Onekore mesti menghindari cara-cara tak bertanggung-jawab dan memperlakukan para ODGJ secara manusiawi. Selain itu, dirinya juga menawarkan DPP Paroki Onekore untuk menangani para ODGJ melibatkan komunitas-komunitas dibawah DPP.
“Kalau tiap-tiap Stasi perhatikan umatnya yang gangguan jiwa maka gampang, karena dalam 1 Stasi mungkin hanya 4 orang atau 5 orang saja”.
Di tempat sama, ketua panitia seminar DPP Santo Yosef Onekore, Herlina Timugale mengatakan, penyelenggaraan seminar bertujuan menghapus stigma terhadap ODGJ yang selama ini mendiskreditkan sesama manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Dirinya berharap penyelenggaran seminar memberikan pemahaman baru yang mencerahkan umat Paroki Onekare sehingga sanggup mengasihi sesama terlebih kepada ODGJ. (ARA/EN)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.