Plafon Pinjaman Pemkab Ende Turun Rp 75 Miliar

Avatar photo
Setda Kabupaten Ende Agustinus Ngasu (kiri) didampingi Kepala PPKAD Maurits Bunga (kanan) saat rapat di Gedung DPRD Ende (27/7/22)
Setda Kabupaten Ende Agustinus Ngasu (kiri) didampingi Kepala PPKAD Maurits Bunga (kanan) saat rapat di Gedung DPRD Ende (27/7/22)

Plafon rencana pinjaman daerah Kabupaten Ende berkurang hingga Rp 75 miliar atau setengah dari total angka pinjaman yang direncanakan dalam penetapan ABPD 2022. Dalam struktur ABPD induk yang ditetapkan bersama DPRD Ende, plafon pinjaman direncanakan sebesar Rp 150 miliar.

Penurunan angka pinjaman daerah disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Ende, Agustinus Ngasu dalam rapat di gedung dewan, Rabu 27 Juli 2022.

Penuturan Agustinus Ngasu, penurunan angka pinjaman menjadi Rp 75 miliar telah dikomunikasikan pihaknya kepada Kementrian Keuangan dan akan dituangkan dalam surat permohonan.

“Kita akan membuat surat ulang. Membuat surat permohonan ulang sejumlah yang kemarin saya tawarkan Rp 75 miliar kepada mereka (Kementrian Keuangan),” kata Agustinus Ngasu. “Sehingga hitungannya itu, DSCR (Debt Service Coverage Ratio)-nya 3,86. DSCRnya lebih besar dari 2,5 persen,” sambungnya. (27/7/22).

Mengenai mekanisme pencairan dana pinjaman, terang dia, proses transfer dana pinjaman akan disesuaikan dengan kebutuhan Pemerintah Kabupaten Ende. Transfer dana pinjaman dapat dilakukan secara bertahap mengikuti rencana penggunaan dana tersebut oleh pemerintah.

Proses pentransferan dana pinjaman secara bertahap tidak mengubah plafon pinjaman Rp 75 miliar, kata Agustinus Ngasu, hanya penggunaannya saja dapat dilakukan secara bertahap. Jika pada tahun ini Pemkab Ende hanya membutuhkan Rp 40 miliar membiayai infrastruktur maka dana pinjaman yang ditransferkan akan sesuai angka kebutuhan tersebut.

Pengembalian dana pinjaman juga akan disesuaian dengan nominal angka yang dibutuhkan atau tidak dihitung berdasarkan total pinjaman. Jika pada tahun ini Pemkab Ende hanya membutuhkan Rp 30 miliar untuk pembiayaan infrastruktur maka bunga yang dibayarkan sesuai dengan jumlah tersebut atau tidak berdasarkan total pinjaman Rp 75 miliar.

“Kemudian bunganya dihitung berdasarkan jumlah uang yang kita ambil, tidak dari total. Jadi, kalau misalnya tahun ini kita ambil taruhlah 30 (miliar) dulu, bunganya dihitung dari 30 (miliar) itu, tidak dari total (Rp 75 miliar).

Sedangkan item-item kegiatan yang akan dibiayai dengan dana pinjaman masih berdasarkan rencana awal pemerintah sebelum penurunan plafon pinjaman. Item kegiatan belum mengalami penyesuaian sebab tidak termasuk dalam syarat pengajuan pinjaman, sebutnya.

Pembicaraan mengenai pinjaman daerah kembali bergulir usai pemerintah bersama 10 anggota DPRD Ende melakukan konsultasi di Kemendagri pada akhir bulan Juni tahun ini. Sebelumnya, pembicaraan mengenai pinjaman daerah sempat mandek lantaran Surat Persetujuan DPRD sebagai salah satu syarat wajib, tidak dapat dikeluarkan lembaga dewan karena terlewatkan saat masa sidang penetapan APBD tahun 2022.

Namun, kendati hasil konsultasi berakhir positif, DPRD Ende masih mempertanyakan item-item pembangunan infrastruktur yang nantinya dibiayai dengan dana pinjaman. Salah satu anggota dewan, Sabri Indradewa mengatakan, item-item kegiatan mesti dijelaskan oleh pemerintah sebelum proses pencairan dana pinjaman dilakukan.

Rincian item kegiatan, kata Sabri, harus dijelaskan oleh pemerintah sebab konsekuensi dari penurunan angka pinjaman mengubah struktur ABPD yang telah ditetapkan bersama lembaga dewan. Karena itu, dewan perlu mengetahui item-item kegiatan dan mesti dibicarakan kembali.

“Makanya harus ubah struktur (APBD) dulu, dari defisit Rp 150 miliar sekarang Rp 75 miliar, nah ini kan berubah. Konsekuensi dari ubah struktur, ubah juga kegiatan. Kegiatan-kegiatan mana yang disetujui lembaga dewan, seharusnya bisa dibicarakan sekarang,” kata Sabri. (ARA/EN)