Ende  

Eks Pegawai Pos Ende Terdakwa Kasus Mark Up, Divonis 6 Tahun 6 Bulan

Avatar photo
Kantor Kejaksaan Negeri Ende
Kantor Kejaksaan Negeri Ende

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan terhadap HSA, terdakwa kasus mark up pembayaran rekening listrik PDAM Ende. Putusan dibacakan oleh Majelis Hakim dalam persidangan yang berlangsung di Kupang, 14 Oktober 2020.

HSA merupakan mantan pegawai Pos Ende yang melakukan “mark up” atau penggelembungan rekening listrik milik PDAM Ende. Penggelembungan dilakukan HSA selama 3 tahun dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1,8 miliar.

BACA JUGA : Kasus Mark Up Rekening Listrik PDAM Ende, Begini Modus HSA

Dijelaskan oleh Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Ende, Muhammad Fakhry, HSA dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Tipikor, jo pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Mengenai putusan sendiri, kata Fakhry, vonis hakim lebih rendah satu tahun dibandingkan tuntutan jaksa.

“Sebelumnya kan, tuntutan kami 7 tahun 6 bulan. Yang diputus oleh Majelis Hakim pidana 6 tahun 6 bulan,” jelas Muhammad Fakhry (16/10/20).

Selain pidana kurungan, HSA juga dikenakan pidana denda serta diharuskan membayar uang pengganti kerugian.

BACA JUGA : Kawasan Hutan Produksi di Kota Ende Mencakup 7 Kelurahan

Terkait denda, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebesar Rp 200 juta yang, apabila tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan. Tuntutan ini dikabulkan oleh Majelis Hakim. Hanya saja, tuntutan selama 3 bulan sebagai pengganti, diturunkan oleh hakim menjadi 2 bulan.

Lalu, terkait uang pengganti kerugian, HSA dituntut JPU membayar uang pengganti sebesar Rp 1,8 miliar, atau pidana kurungan selama 3 tahun 2 bulan apabila tidak dibayarkan. Mengenai tuntutan tersebut, dijelaskan Muhammad Fakhry, hakim pengadilan Tipikor mengabulkan tuntutan.

“Tapi, pidana pengganti lebih rendah dari tuntutan kami. Yang kami tuntut selama 3 tahun 2 bulan, yang dikabulkan oleh hakim selama 2 tahun,” lanjutnya.

Setelah diputus oleh hakim, sekarang ini baik terdakwa maupun Penuntun Umum diberikan waktu selama 7 hari, apakah akan melakukan upaya hukum (banding) atau menerima putusan tersebut. (ARA/EN)