Ende  

Menelusuri Dana Covid-19 Pemkab Ende : Refocusing yang “Gagal Fokus”

Avatar photo
Ilustrasi
Ilustrasi

Anggaran penanggulangan Covid-19 Kabupaten Ende tahun 2021 hasil refocusing dinilai “gagal fokus”. Penggunaan anggaran diketahui tidak tepat sasaran bahkan melenceng dari peruntukannya.

Anggaran Covid ternyata digunakan pula untuk item-item yang tidak berkaitan dengan pandemi Covid semisal, sosialisasi Saber Pungli. Bahkan, penggunaan anggaran Covid di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) jauh lebih besar untuk menangani bencana lain, ketimbang Covid itu sendiri.

Untuk diketahui, secara keseluruhan Pemkab Ende menggelontorkan dana sebesar Rp 43 miliar menanggulangi pandemi Covid-19 tahun ini. Dana tersebut merupakan hasil refocusing anggaran. Refocusing sendiri diartikan sebagai mengalihkan fokus anggaran kepada suatu bidang tertentu, dalam hal ini penanganan Covid.

Sebelum refocusing dilakukan, penanganan Covid menggunakan acuan APBD induk tahun 2021 yang ditetapkan pada Desember 2020, sebesar Rp 37 miliar. Angka ini terpaksa dinaikan menyusul adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 Tahun 2021 pada Februari 2021. Aturan PMK mewajibkan seluruh Pemkab mengalokasikan minimal 8 persen, sedangkan angka Rp 37 miliar masih dibawah persentase.

Pemkab Ende kemudian mengambil langkah refocusing untuk menggenapinya. Pemkab selanjutnya menyepakati refocusing sebesar 10 persen. Dengan rincian, penanggulangan Covid-19 sebesar 8 persen dan 2 persen untuk Belanja Tidak Terduga (BTT).

Dari perhitungan refocusing didapatlah angka Rp 43 miliar, naik dari angka sebelumnya Rp 37 miliar. Atau terdapat penambahan Rp 6 miliar saat refocusing dilakukan. Angka Rp 6 miliar tersebut diambil atau dialihkan dari berbagai bidang kegiatan pada tahun ini.

Mengenai mekanisme refocusing, pengalihan anggaran dilakukan tanpa melalui pertimbangan atau konsultasi dengan dewan. Pemkab Ende mengacu pada aturan bahwa refocusing dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui revisi Peraturan Bupati.

Hal tersebut sempat mendapat tanggapan anggota DPRD Ende. Muhamad Orba Kamu Ima misalnya, saat diwawancara pada pertengahan bulan Maret tahun ini mengatakan, refocusing yang dilakukan berdampak pada perubahan postur APBD induk yang telah ditetapkan bersama dewan. Karena mengubah postur ABPD, semestinya pemerintah melakukan konsultasi dengan dewan.

Akan tetapi refocusing telah dilakukan oleh pemerintah tanpa berkonsultasi maka dewan memilih menunggu laporannya pada masa sidang selanjutnya.

Di sisi lain, Pemkab Ende yang telah mendapatkan angka Rp 43 miliar kemudian membaginya ke dalam 3 bidang utama yakni kesehatan, pemulihan ekonomi, dan jaring pengaman sosial.

Di bidang kesehatan, pemetaan awal dalam APBD induk sebesar Rp 22,9 miliar. Angka tersebut naik menjadi Rp 25,5 miliar hasil refocusing atau terdapat penambahan Rp 2,6 miliar. Di bidang pemulihan ekonomi dialokasikan Rp 2,6 miliar. Lalu jaring pengaman sosial, dialokasikan Rp Rp 580 juta.

Selain itu, terdapat pula anggaran untuk mengantisipasi bencana non Covid sebesar Rp 118 juta dan kegiatan penunjang lainnya sebesar Rp 612 juta.

Sejauh ini, penyerapan anggaran tersebut belum mencapai 30 persen hingga memasuki semester II tahun berjalan. Menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Mauritz Bunga (02/02/21), hal tersebut merupakan progress positif, mengingat penggunaannya diperhitungkan hingga bulan Desember.

Namun, tidak demikian dengan peruntukkannya. Penggunaan anggaran Covid hingga memasuki semester II tahun ini, ternyata sebagian tidak tepat sasaran atau digunakan tidak sesuai peruntukan.

Hal ini mulai terungkap ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPRD Ende dengan BPKAD tanggal 1 Juli 2021. RDP dilakukan guna menjawab merebaknya desas-desus penggunaan dana Covid di masyarakat. Dalam rapat dengan BPKAD, Komisi II mendapat gambaran pemetaan anggaran Covid di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Setelah mendapat gambaran pendistribusian anggaran, Komisi II ternyata melanjutkan penelusuran. Gambaran awal yang dipaparkan BPKAD menjadi pegangan melanjutkan penelusuran ke setiap OPD.

Rapat selanjutnya terjadi pada 6 Juli 2021, dimana setiap OPD yang mendapat alokasi anggaran Covid diundang Komisi II DPRD Ende. Pada rapat inilah diketahui penggunaan dana refocusing tidak tepat sasaran bahkan melenceng dari peruntukan.

Pada Dinas Sosial misalkan, hasil refocusing dialokasikan Rp 5,2 miliar. Dari besaran tersebut terdapat Rp 539 juta guna pemulasaran jenazah dan honor anggota Tagana. Namun, angka Rp 539 juta ternyata hanya diperuntukan pemulasaran jenazah di wilayah Kota Ende. Sedangkan wilayah di luar Kota Ende tidak dianggarkan.

Kepala Dinas Sosial, Marmi Kusuma berkelit saat dikritik anggota dewan. Ia mengaku untuk wilayah di luar Kota Ende baru disusulkannya.

Ketidak-tepatan penggunaan anggaran juga ditemukan pada OPD lain. Pada Inspektorat Kabupaten Ende, anggaran refocusing sebesar Rp 90 juta malah digunakan bagi kegiatan yang sama sekali tidak berkaitan dengan penanganan Covid, yakni sosialisasi Saber Pungli.

Ketua Komisi II DPRD Ende, Yulius Cesar Nonga sempat berang atas hal ini. Yulius berpendapat bahwa Pemkab Ende “gagal fokus” dan hanya menggunakan pandemi sebagai tameng. Pemkab Ende menggunakan anggaran refocusing sesuai keinginan bukan kebutuhan, sebut Yulius.

Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dana refocusing digunakan juga menanggulangi bencana lain yang sifatnya insidental. Bahkan, anggaran bencana non Covid itu ternyata jauh melampaui penanganan Covid itu sendiri.

BPBD Kabupaten Ende menggunakan Rp 1,7 miliar untuk tiga kegiatan menanggulangi bencana Abrasi, sedangkan bagi Covid-19 hanya Rp 118 juta sejauh ini. Parahnya lagi, penggunaan Rp 1,7 miliar tersebut bukan untuk bencana darurat, semisal Badai Seroja.

“Tiga kegiatan ini untuk menangani bencana sebelum Seroja?” tanya Ketua Komisi II, Yulius Cesar Nonga kepada BPBD Ende. Ida Muda Mite, sekretaris BPBD, menjawabnya dengan memastikan Rp 1,7 miliar sudah dianggarkan sebelum badai Seroja.

Hal itu membuat Yulius Cesar Nonga berang. Yulius menegaskan, refocusing hanya memiliki dua panduan utama. Percepatan penanganan Covid sesuai PMK dan kedua, penanganan bencana daerah setelah status bencana ditetapkan. Untuk panduan kedua merujuk pada bencana badai Seroja.

Jika Rp 1,7 miliar digunakan hanya untuk bencana-bencana insindetal, dirinya menegaskan hal tersebut melanggar aturan.

“Tadi di BPBD saya tekankan ulang-ulang. Penanganan bencana yang mana ini, Rp 1,7 miliar? Penanganan bencana berdasarkan Surat Keputusan penetapan status bencana oleh bupati sehingga BTT (Belanja Tidak Terduga) itu keluar, atau bencana yang mana?” tegas Yulius Cesar Nonga.

“Semua yang berhubungan dengan badai Seroja, itu yang kita tangani. Yang tidak berhubungan dengan Seroja, tidak boleh kita tangani dengan BTT. Itu aturannya,” sambungnya.

Masih di BPBD Kabupaten Ende, besaran anggaran Covid juga terjadi selisih dengan data yang diterima dewan dari BPKAD. Di BPBD anggaran penanggulangan Covid yang tercatat adalah Rp 118 juta namun di BPKAD tercatat Rp 250 juta.

Atas kompleksnya persoalan penggunaan dana Covid, Yulius menyebut Pemkab Ende “gagal fokus”. Pemkab Ende ternyata menggunakan refocusing anggaran Covid untuk kegiatan lain yang kaitannya jauh dari penanganan Covid.

“Kita bilang penanggulangan Covid kurang dana, tetapi kita mengerjakan yang lain lebih banyak. Saya baca didistribusi anggaran ini, kita mengerjakan yang lain lebih banyak daripada Covid itu sendiri,” sebut Yulius.

Berbagai hal yang ditemukan dewan dalam rapat dengan OPD tersebut dengan sendirinya membuka persoalan baru mengenai anggaran Covid hasil refocusing.

Sebelumnya, anggaran Covid menjadi wacana publik bahkan demontrasi beberapa waktu lalu. Pemkab sendiri telah melakukan klarifikasi dengan menggelar konpres pada 2 Juli 2021. Klarifikasi Pemkab Ende saat itu hanya menjelaskan besaran refocusing dan pendistribusian dana tersebut kepada OPD. Tidak sampai menjelaskan peruntukannya.

Kendati demikian, saat itu, Bupati Ende Djafar Achmad bersikukuh, penggunaan anggaran hasil refocusing masih fokus menangani pandemi Covid-19. (ARA/EN)