Ali Topan dan Candra Halim, Ayah-Anak Berseragam Perse

Avatar photo
Muhammad Ali (Ali Topan) dan Candra Halim
Muhammad Ali (Ali Topan) dan Candra Halim

Hati seorang lelaki berdebar kencang menyaksikan Laga final Eltari Memorial Cup 2017, kala Perse menghadapi PSN Ngada. Sorot matanya melulu ke arah gelandang bertahan Perse, Candra Halim.

Lelaki itu bernama Ali. Dia menatap Halim beriring gelisah lantaran Halim merupakan putranya.

Sebelumnya, saat Halim bermain sepakbola, hati Ali biasa saja tak sedemikian bergejolak. Namun kali ini berbeda. Halim putranya sedang bermain di laga final ETMC, suatu laga yang tidak Ali capai saat dulu berseragam Perse.

Ali Topan

Ali, pria yang punya nama lengkap Muhammad Ali dahulu pernah membela Perse. Dia bermain untuk Perse sejak tahun 1984 saat dirinya masih belia.

Suratin Cup tahun 1984 merupakan turnamen pertama Ali bersama Perse. Ali, yang kala itu berusia 14 tahun tergabung dalam Perse junior mengikuti Suratin Cup di Sikka.

Dalam turnamen itu, penampilan Ali menjadi buah bibir para penonton. Soal kecepatannya yang paling banyak dibicarakan. Orang-orang makin geger dibuat Ali saat Perse Junior bertemu Flotim. Ali bikin 3 gol alias hatrick.

Suratin Cup 1984 amat berkesan bagi Ali. Sebab sejak turnamen itu juga namanya berubah menjadi “Ali Topan.” Orang-orang menambah nama belakang Ali lantaran kecepatannya.

Emil Sadipun, pelatih Perse yang dulu sempat bermain bersama Ali Topan bahkan mencak-mencak menceritakan kecepatan Ali.

“Waktu itu kecepatan Ali, gila betul!” kata Emil (2/7/19). Senada dengan Emil, mantan pemain Perse lainnya yakni Sabri Indradewa juga mengagumi kecepatan Ali.

Namun, cukup sulit bagi generasi hari ini membayangkan kecepatan Ali Topan saat itu. Agar dapat membayangkan kecepatan Ali, Ende News coba membandingkan kecepatan Ali Topan dengan Adi Aba (Atep).

Menurut Sabri Indradewa, Ali lebih cepat.

“Kalau Atep (Adi Aba) itu lebih dikenal dengan gocekan. Dia cepat juga tapi tidak seperti Ali. Kalau Ali itu murni kecepatan,” kata Sabri (13/7/19).

Tahun 1985 Ali Topan masuk skuat Perse senior. Meski masih berusia 15 tahun dia diikutkan ke dalam tim yang berlaga di gelaran ETMC.

Tahun 1985 gelaran ETMC masih menggunakan sistem zona. Seluruh tim yang berpartisipasi dibagi ke dalam 4 zona. Ende masuk ke dalam satu zona bersama Ngada dan Manggarai.

Penyisihan zona tahun itu berlangsung di Ngada. Tim yang lolos mewakili masing-masing zona, selanjutnya akan berlaga di Kupang, untuk mencari juara ETMC. Perse gagal lolos ke Kupang pada gelaran ETMC yang berlangsung di Ngada tersebut.

Selanjutnya, pada 1986, nama Ali kembali diikutkan ke dalam Perse junior saat Suratin Cup di tahun itu. Ini bisa dilakukan sebab usia Ali masih belia. Perse Junior lolos babak penyisihan zona dan berangkat ke Kupang.

Sayang, penampilan Perse di Kupang tak cukup memuaskan. Perse pulang ke Ende tanpa gelar juara.

Karir Ali malah memuaskan saat tampil membela klub. Saat itu di kota Ende bertebaran klub-klub lokal. Ali tergabung dalam tim Via Vera Club (VVC).

Pada 1987, klub ini termasuk klub bergengsi di kota Ende. Salah satu saingannya adalah klub bernama Casandra.

Pada tahun itu diselenggarakan turnamen antar klub sepakbola se-Indonesia. Dalam turnamen ini hanya satu klub yang akan mewakili NTT berangkat ke Surabaya. Ali bermain cemerlang. Penampilan Ali berhasil bawa Via Vera lolos mewakili klub asal NTT.

Namun, Via Vera adalah klub yang belum diakui -karena belum lama dibentuk-, maka para pemain berangkat atas nama klub Bahari.

Di Surabaya, mereka telah ditunggu klub-klub besar seperti Surya Naga (mewakili Surabaya), Taman Putra (mewakili NTB), dan Pesankun (mewakili Bali).

Dalam turnamen antar klub ini, Bahari bermain cukup baik kendati menghadapi pemain-pemain kaliber nasional.

Karir sepakbola Ali Topan selanjutnya lebih banyak di klub. Ali menutup karir sepakbolanya di klub Jari Jawa pada 1998.

Ali dan Candra Untuk Perse

Ali Topan yang ditemui Ende News (13/7/19) di kediamannya mengisahkan kembali kenangan itu. Ali berpostur kecil dan masih ramping hingga kini. Bergaya santai dengan stelan baju kaos dan celana jeans, Ali menceritakan pengalamannya selama membela Perse.

Namun tak banyak yang ia ingat. Itu sudah terlalu lama berlalu. Ditambah kesibukannya sebagai nelayan, memori indahnya perlahan tersapu arus laut.

Ketika ditanya mengenai putranya Halim, Ali mengatakan tak pernah menuntut Halim jadi pesepak bola. Dirinya baru tahu kemampuan Halim saat putranya itu tamat Sekolah Menengah Atas.

“Dari SMA dia (Halim) belum main, dia main bola itu setelah tamat.” cerita Ali.

Lanjut Ali, putranya mulai fokus dalam dunia sepakbola saat berkuliah di Unifor- Ende. Setelah itu karir Halim terus menanjak.

Melihat permainan Halim mulai matang, Ali lantas beri pesan ke Halim. “Kalau kau mau main bola, hanya satu saja tujuan kita (orang Ende). Masuk Perse. Satu, itu saja.”

Dan gayung bersambut, Halim tiba-tiba dipanggil masuk membela Perse pada ETMC 2017.

Pertama kali Halim dipanggil masuk skuat Perse, bukan ucapan selamat yang dia beri ke Halim, melainkan penegasan. “Harus disiplin,” pesan Ali ke Halim.

Setelah itu Ali rutin mengikuti laga ETMC 2017 yang dilakoni Halim dan Perse.

Pada laga puncak menghadapi PSN Ngada, hati Ali berdebar-debar. Sorot matanya selalu ke arah Perse khususnya Candra Halim putranya.

Sebelum laga tersebut  Ali sempat berpesan ke Halim, “main hati-hati, ini main dengan Bajawa. Mereka itu mainnya keras, bukan kasar. Jadi main hati-hati.”

Kendati telah berpesan namun tetap saja mendebarkan. Ali benci kekalahan. Apalagi di partai final.

Tetapi kebenciannya itu disudahi Perse dan Halim dengan kemenangan. Ali senang, bahkan dia sempat dapat gurauan dari kerabat.

“Sekarang Halim lebih dari kau, Ali. Halim angkat piala,” ulang Ali sambil tersenyum. (Agustinus Rae/EN)